Sabtu, 17 Maret 2012

Dongeng "TIMUN EMAS" Bag. 2 diceritakan oleh Sita


Timun Emas melempar perbekalan terakhir "Terasi"kepada Sang Jin Raksasa
SABTU, 17 MARET 2012 - SITA BLOG - “Baiklah, aku masih terima alasanmu, akan tetapi jika sebulan ke depan engkau masih berdalih, berdalih, dan berdalih saja, maka aku akan langsung menelanmu sebagai santapanku! Ketahuilah, sebenarnya putrimu itu yang kau beri nama Timun Emas adalah putri raja di kerajaan Antah Berantah yang aku culik karena aku iba denganmu, dan permintaan untuk mempunyai anak kepadaku sesungguhnya salah kaprah. Mintalah dan berdoalah kepada Tuhanmu, jangan putus asa!  Wahai bangsa manusia yang suka ingkar janji dan melupakan Tuhannya, aku paling suka menyantap daging manusia yang pintar berdalih, pandai berbohong, culas, dan mau menang sendiri, merasa paling benar, merasa paling pintar sendiri, camkan ini!” 

“Terima kasih, terima kasih, Tuanku Jin! Sebulan ke depan hamba pasti menyerahkan Timun Emas, Tuanku Jin tak perlu datang ke tempat hamba, nanti hamba berdua yang akan mempersembahkan putri hamba pada Tuanku Jin, sekali lagi hamba mengucapkan banyak terima kasih!” Demikian ucapan pak Saman dan bu Saman sambil merunduk-runduk kepada Jin Raksasa penunggu hutan Antah Berantah. 

Setelah Sang Jin pergi berlalu, lenyap dari pandangan pak Saman dan bu Saman, kemudian pak Saman dan bu Saman dengan langkah tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumahnya dan memanggil putrinya Timun Emas untuk menjelaskan perjanjiannya dengan Sang Jin penguasa hutan Antah Berantah lima belas tahun yang lalu sebelum mereka memiliki anak. Timun Emas yang pada saat itu memang sedang ada di dalam biliknya, dan mendengar perbincangan ayahnya dengan Sang Jin yang akan mengambil dirinya untuk dijadikan tumbal Sang Jin, segera menghampiri ayahnya.

“Ayah, ibu! Nanda sudah mendengar semua apa yang telah dikatakan Sang Jin kepada ayah dan ibu”, tukas Timun emas, jika memang begitu keadaannya, biarlah ananda diserahkan saja kepada Sang Jin sebagaimana janji ibu kepadanya. Ananda ikhlas!”

“Ja…ja…ja…ngan, Timun Emas anakku, nanti engkau akan celaka dijadikan mangsanya!” Jawab ibunya terbata-bata.

“Ayah, ibu, bersabarlah! Biarlah nanti ananda sendiri yang datang menemui Sang Jin Raksasa itu sebagaimana janji ayah dan ibu,” jawab Timun Emas dengan tegas kepada kedua orang tuanya. Setelah berunding beberapa saat, akhirnya merekapun menyetujui permintaan anaknya.

Pada saat Sang Jin Raksasa itu datang pak Saman dan bu Saman segera memerintahkan putrinya agar ke luar rumah melalui pintu belakang dengan memberikan perbekalan;
“Timun Emas putriku, bawalah benda-benda ini sebagai bekal di perjalanan nanti, sebutir biji mentimun, sebuah onak duri, sebutir garam, dan sepotong terasi. Insya Allah nanti benda-benda ini akan berguna bagimu. Tebarkanlah satu per satu apabila Sang Jin Raksasa hutan itu sudah dekat dengan dirimu!”

Timun Emas segera menerima semua perbekalan tadi lalu pergi berlari ke luar rumah melalui pintu belakang. Sang Jin Raksasa merasa tertipu, dan iapun segera mengejar Timun Emas, dan hampir menjangkaunya. Pada saat itulah, Timun Emas dengan segera melempar biji mentimun seperti yang telah dikatakan oleh kedua orang tuanya. Ketika biji buah mentimun itu menyentuh tanah, berubahlah tempat itu menjadi kebun mentimun dengan buahnya yang segar dan besar-besar. Melihat ini, Sang Jin Raksasa tergiur dan rasa laparnya timbul, dan segera menyantap buah mentimun itu sampai kenyang, dan diapun lupa kepada Timun Emas yang sedang dikejarnya itu. Tak lama kemudian baru teringat kembali pada buruannya itu, diapun segera mengejar kembali Timun Emas yang sudah berada jauh di depannya.

Beberapa menit kemudian, Jin Raksasa itu dapat mendekati Timun Emas, dengan sigap dan cepat, Timun Emas melempar onak duri. Tiba-tiba saja tempat itu menjadi hutan berduri dengan duri-durinya yang tajam dan panjang. Jin Raksasa meraung-raung kesakitan karena kakinya dan sekujur tubuhnya tertusuk duri. 

“Hai, Timun Emas! Jangan lari kau…akan aku santap engkau, Timun Emas…!” teriak Sang Jin Raksasa sambil meringi-ringis kesakitan karena di tubuhnya masih tertancap duri-duri yang tajam dan panjang. Akan tetapi karena jin raksasa tersebut memiliki kesaktian, diapun cepat pulih, dan mampu menerobos hutan berduri tersebut dan terus kembali mengejar Timun Emas. Ketika Sang Jin Raksasa sudah hampir menjangkau tubuh Timun Emas, dengan tangan dan tubuh gemetar, kembali dengan cepat Timun Emas melempar garam yang disimpan di kantung bajunya. Pada saat itu pula tempat tersebut berubah menjadi lautan garam yang luas sekali. Sang Jin Raksasa terseret arus  di tengah-tengah lautan garam tersebut. Akan tetapi karena kesaktiannya sang Jin Raksasa mampu berenang dengan cepat dan kembali mengejar mendekati tubuh Timun Emas.

Melihat kenyataan ini, Timun Emas menjadi bertambah takut, seluruh tubuhnya menjadi gemetar. Sedang sang Jin Raksasa oleh karena merasa dipermainkan, sifat buasnya semakin bertambah-tambah, ia meraung-raung di sepanjang jalan, berteriak-teriak ingin menyantap tubuh putri Timun Emas.

Dengan memohon pertolongan kepada Tuhan, Timun Emas melemparkan bekal terakhirnya yaitu sepotong terasi. Terasi tersebut seketika berubah menjadi lautan lumpur yang sangat luas dan dalam. Merasa yakin dengan kesaktian yang dimilikinya sang Jin Raksasa terjun ke lautan lumpur tersebut. Akan tetapi untuk tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, akhirnya sang Jin Raksasa dengan kesaktiannya tak bisa mengatasi dalamnya lautan lumpur yang kental itu, dan ia juga tak bisa berenang menyeberangi lautan lumpur yang sangat luas. Tewaslah sang Jin Raksasa Hutan Antah berantah itu, tenggelam dalam lautan lumpur yang luas itu. Pada akhirnya Timun Emas pun selamat dan kembali kepada kedua orang tua angkatnya, pak Saman dan bu Saman.

KESIMPULAN:
Dongeng ini mengandung pelajaran kepada kita, bahwa dalam berjuang menghadapi ancaman, tekanan, penindasan bahkan penjajahan sekalipun harus dihadapi dengan penuh keberanian, tidak kenal putus asa, berupaya terus menerus sambil berdoa kepada Tuhan karena perjuangan untuk membela kebenaran pada akhirnya pasti akan menang.
Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar