Senin, 16 April 2012

"KYAI SINGALODRA" J. DANANJAYA diceritakan oleh Sita


KYAI SINGALODRA MENGHALAU PARA PERAMPOK
SENIN, 16 APRIL 2012 - SITA BLOG - Diceritakan, daerah Cilacap acapkali disatroni para perampok dan para penjahat. Mereka menyerang dengan membabi buta, merampas harta benda, membunuh dengan sadis bagi siapa saja yang melawan mereka. 

Pasukan keamanan Kadipaten Cilacap tidak mampu menghalau para perampok dan penjahat yang sering menggasak harta benda para penduduk. Jumlah pasukan keamanan sangat sedikit jika dibanding dengan para perampok yang begitu besar. Akibatnya, banyak para penduduk yang berpindah ke kampung lain yang lebih aman. Mereka pergi mengungsi untuk mencari daerah lain karena di daerahnya sudah tidak bisa lagi hidup tenang, aman dan tentram. 

Menghadapi persoalan ini Adipati Cilacap menjadi sangat gelisah. Akhirnya, ia melaporkan keadaan itu kepada Sri Sunan Solo. Ia mengharap agar memperoleh bala bantuan guna mengamankan daerahnya.
Mendengar laporan ini Sri Sunan segera mengirimkan pasukan keamanan di bawah pimpinan Kyai Singalodra, Kyai Jayabaya, dan Jogolaut. Mereka semua merupakan prajurit-prajurit pilihan yang memiliki kemampuan Kanuragan yang tinggi dan mumpuni. Sejak dikirimkannya pasukan-pasukan keamanan dibawah pimpinan Kyai Singalodra, keamanan di Kabupaten Cilacap berangsur-angsur semakin membaik. Para penjahat sedikit demi sedikit mulai meninggalkan daerah operasi mereka, ada yang kembali ke kampung halaman mereka di luar pulau Jawa.

Akan tetapi, pada suatu ketika tiba-tiba datang sekawanan perampok dalam jumlah yang sangat besar. Mereka menyerang secara menggebu-gebu namun semuanya masih bisa diatasi, mereka tak mampu mengalahkan kedigjayaan  Kyai Singalodra, Kyai Jayabaya, dan Jogolaut. Mereka semua dapat dihalau, banyak di antara mereka yang mati dan banyak pula yang lari tunggan langgang meninggalkan Cilacap. Rupanya dari sebagian mereka ada sekelompok kecil yang selamat menyembunyikan diri. Kelompok inilah yang berencana untuk membalas dendam pada Kyai Singalodra dengan mencari kesempatan saat Kyai Singalodra lengah.

Suatu ketika saat Kyai Singalodra berjalan sendiri mengadakan pemeriksaan dengan membawa lima buah kelapa yang merupakan kesenangannya, ia disergap dari belakang oleh kawanan perampok yang mempunyai dendam pada Kyai Singalodra. Mereka membunuh Kyai Singalodra secara pengecut dan keji dengan membatainya dari belakang. 

Setelah kejadian yang tragis dan menyedihkan itu, Kadipaten Cilacap semakin diperketat keamanannya. Pimpinan diambil alih oleh Kyai Jayabaya dan Jogolaut yang terus menggejar para perampok yang telah membantai Kyai Singalodra dan menangkap mereka dan memberikan hukuman yang setimpal. Bagi mereka yang melawan tewas di tangan Kyai Jayabaya dan Jogolaut. Sebagian dari para perampok itu ada yang insyaf menjadi orang baik-baik dan tetap tinggal di Kadipaten Cilacap. Mereka membangun sebuah perkampungan  yang diberi nama Kampung Penjagaan.  Perkampungan Penjagaan ini terdiri dari Kampung Mutaian, Klaces, Ujung Gagak, dan Ujung Alang. Kesemuanya didirikan di atas laut. 

Menurut cerita penduduk setempat kisah ini dipercaya memang pernah terjadi, dan merekapun dapat menunjukkan makam Kyai Singalodra yang sampai kini masih dikramatkan orang. Pada saat-saat tertentu terutama pada setiap hari Selasa dan Jumat Kliwon masih banyak orang-orang yang berziarah ke makam Kyai Singalodra untuk memohon berkah. 

Konon kabarnya, menurut kepercayaan penduduk setempat, mereka sering melihat seekor harimau gaib berwarna putih yang sering muncul pada hari-hari kramat, malam Selasa dan malam Jumat Kliwon di sekitar makam Kyai Singalodra. Dan harimau putih tersebut merupakan jelmaan dari Kyai Singalodra. (Sita 06)

Sabtu, 07 April 2012

“BERDIRINYA KERAJAAN INDRAPRASTA” Diceritakan oleh Sita


Sang Narayan R. Arjuna
MINGGU, 8 APRIL 2012 - SITA BLOG - Diceritakanlah ketika  Dewa Agni yang menyamar sebagai brahmana meminta bantuan kepada Sri Kresna dan Arjuna yang pada saat itu sedang asyik mengobrol sambil menikmati indahnya panorama alam di tepian sungai Yamuna. Adapun bantuan yang diinginkan oleh Dewa Agni kepada Sri Kresna dan Arjuna adalah membakar hutan Kandawa yang dilindungi oleh Batara Indra. Karena menurut petunjuk yang diperolehnya setelah bersamadi memohon petunjuk pada Hyang Brahma, bahwa yang bisa menolong Dewa Agni untuk membakar hutan Kandawa untuk mencari sejenis tumbuh-tumbuhan bernama Latamausadi yang terdapat di hutan tersebut, adalah Narayana dan Narayan yang telah menjelma kepada Sri Kresna dan Arjuna.
 
            “Wahai sang Nara dan Narayana yang sakti mandraguna, terus terang saya sangat membutuhkan pertolongan tuan-tuan untuk mendapatkan Latamausadi di hutan Kandawa, oleh karena menurut petunjuk Sang Batara Brahma, hanya tuan berdualah yang sanggup membantu saya untuk membakar hutan Kandawa yang dilindungi oleh Batara Indra itu!” Pinta Batara Agni kepada Arjuna dan Sri Kresna.

            Mendengar penuturan yang penuh harap dari Dewa Agni, akhirnya Arjuna dan Sri Kresna mengabulkan permintaan Dewa Agni. Tak lama kemudian, dengan bantuan dan perlindungan dari Arjuna dan Sri Kresna, Dewa Agni membakar hutan Kandawa sampai luluh lantak, habis terbakar semua dalam waktu tidak lebih dari satu setengah bulan. Menurut cerita hanya tersisa enam penghuni hutan yang selamat dari amukan dan kesaktian senjata Arjuna dan Sri Kresna mereka adalahdi, raksasa Maya, Aswasena, dan empat ekor burung Sarngaka.
 
            “Wahai tuan-tuan sang Nara dan Narayana yang sakti mandraguna, tuan-tuan telah banyak menolong saya, berbuat sesuatu untuk membantu saya mendapatkan Latamausadi. Tanpa bantuan tuan-tuan berdua tentu saya tak bisa membakar hutan Kandawa yang sedemikian luas, dan tidak mungkin berhasil mendapatkan Latamausadi, oleh karena itu mintalah kepadaku, apa saja yang tuan-tuan inginkan sebagai balas budi saya kepada tuan-tuan?!”  kata Dewa Agni kepada Arjuna dan Sri Kresna dengan sungguh-sungguh.

Sang Narayana Sri Kresna
            “Baiklah!  Arjuna Menjawab, “Jika demikian, berikanlah kepada kami berdua semua senjata sakti yang dimiliki Batara Indra!”

            Dewa Agni menyanggupi dan mengabulkan permintaan Arjuna sambil berkata, “Kalian berdua adalah harimau di antara manusia. Ke mana saja kalian pergi, kalian akan seperti harimau!”  Dewa Agni pun menghilang dari pandangan Arjuna dan Sri Kresna.   

            Selanjutnya Arjuna dan Sri Kresna melanjutkan perjalanannya, hanya raksasa Maya yang diajaknya serta menemani pengembaraannya. Ketika sampai di tepi sungai Yamuna yang elok nan permai itu, mereka beristirahat untuk melepaskan lelah. Pada saat itu raksasa Maya sambil membungkuk berkata kepada Arjuna, 

            “Tuanku Arjuna, karena tuan telah menyelamatkan hamba dari panasnya amukan api di hutan Kandawa, maka katalah kepada hamba, apa yang tuan inginkan dari hamba?”

            “Sudahlah, Maya! Jangan kamu pikirkan itu, sekarang kamu bebas untuk pergi sesuka hatimu, akan tetapi ingatlah! Kamu harus bersikap baik dan ramah kepada semua orang”. Jawab Arjuna kepada raksasa Maya.

            “Tuanku Arjuna, katakanlah sekali lagi! Apa yang tuan inginkan dari hamba, terus terang hamba ini orang yang ahli dalam hal bangunan”. Desak raksasa Maya kepada Arjuna.

            “Maya, terus terang aku sama sekali tidak mengharapkan balas budi apapun darimu. Perkataanmu bahwa aku telah menyelamatkanmu, itu sudahlah cukup. Akan tetapi jika engkau mendesak tentu aku tidak akan menolak, sekarang tanyakanlah kepada kanda Sri Kresna!” Arjuna mengulangi pernyataanya kepada raksasa Maya.

            Mendengar ini Sri Kresna tak menyia-nyiakan kesempatan ini, segera ia menghampiri raksasa Maya kemudian berkata sambil berbisik di telinga Maya, 

            “Bagunlah sebuah istana yang megah dan indah di Indraprasta ini, yang kemegahannya dan keindahannya tidak ada yang menyamai dan di seantero muka bumi ini”.
 
Pandawalima dan Sri Kresna Penguasa Indraprasta
            Raksasa Maya yang memang ahli dalam membuat bangunan, dengan segala kesaktiannya segera membangun sebuah istana yang indah dan megah di Indraprasta. Dalam waktu satu tahun dua bulan, di Indraprasta telah berdiri sebuah istana kerajaan yang begitu indah dan megah yang keindahan dan kemegahannya tidak ada yang menyamai bahkan tidak kalah keindahannya dengan istana para dewa-dewa sekalipun. Untuk merayakan upacara penyerahan istana kerajaan Indraprasta, Sri Kresna menyarankan kepada ke Lima Pandawa  agar terlebih dahulu menaklukkan kerajaan-kerajaan yang dahulunya acapkali jenindas dan menjajah negeri-negeri lain yang berada di sekitar Indraprasta. Ke lima tokoh Pandawa menerima saran Sri Kresna, maka merekapun saling berbagi tugas, Yudistira menjadi raja di Indraprasta, Bima bertugas menaklukkan negeri-negeri di sebelah Timur, Arjuna bertugas menaklukkan negeri-yang berada di sebelah Utara, Nakula bertugas menaklukkan negeri-negeri yang berada di sebelah Barat, sedangkan Sadewa bertugas menaklukkan negeri-negeri yang berada di sebelah Selatan.
Setelah berhasil menaklukkan negeri-negeri yang berada di daerah sekitar Indraprasta, ke lima tokoh Pandawa bersama Sri Kresna mengadakan upacara syukuran dan selamatan untuk memuliakan kraton Indraprasta dengan rajanya yaitu Yudistira putera tertua dari Pandawa Lima. Banyak dari para raja-raja sekitar yang hadir pada perayaan upacara berdirinya kerajaan Indraprasta yang indah dan megah tersebut, tek terkecuali raja dari para Kurawa negeri Astina, Prabu Duryudana dan patih Sangkuni. Mereka rata-rata semuanya berdecak kagum akan keindahan dan kemegahan Indraprasta. ( Referensi , Sri Guritno, 2002, Karakter Tokoh Pewayangan Mahabarata : Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta )

Sekian

Minggu, 01 April 2012

"JOKO KENDIL" Bag. ke 2 ( Diceritakan kembali oleh Sita )


"JOKO KENDIL MEMPERSUNTING PUTRI MELATI"
MINGGU, 1 APRIL 2012 - SITA BLOG : Singkat cerita, sampailah ibu Joko Kendil di kota raja. Di sana ia langsung pergi ke istana dan menghadap sang baginda raja. Raja ini mempunyai tiga orang putri yang semuanya berparas cantik jelita yang masing-masing memiliki watak yang berbeda. Ketika ibu Joko Kendil menyampaikan maksudnya untuk melamar sang putri kepada raja untuk putranya, sang raja tidak marah lalu menyampaikan kepada ke tiga putrinya tentang lamaran dari ibu Joko Kendil tersebut,

“Wahai ke tiga putriku, ayah kira kalian kini sudah tiba waktunya untuk menikah karena kalian semua sudah beranjak dewasa. Dan kini ada yang melamar kalian, ayah menyerahkan semuanya ini kepada kalian, keputusan ada di diri kalian mau menolak atau menerima lamaran itu.” Berkata baginda raja kepada ketiga putrinya. Putri pertama menjawab,

“Ayah, terus terang, ananda hanya bersedia dinikahkan oleh seorang raja atau saudagar kaya raya. Ananda tidak sudi jika menikah oleh orang kampong yang teramat miskin itu.” Jawab sang putri pertama sambil menunjukkan telunjuknya kea rah ibu Joko Kendil dengan ekspresi wajah penuh penghinaan.

“Baik, sekarang denganmu putri ke dua, apakah engkau menerima atau menolak lamaran Joko Kendil sama seperti kakakmu?” Tanya sang baginda kepada putri ke duanya.

Putri ke dua baginda raja menjawab juga menolak, “Ayah, ananda juga tak sudi jmenikah dengan Joko Kendil orang dusun itu yang tentunya buruk rupanya. Tidak, tidak, ayah. Sungguh, ananda tidak sudi!”

“Baik, kamu berdua menolak, ayah bisa memahami sikapmu. Sekarang bagaimana denganmu putri ke tiga? Apakah kamu juga menolaknya, sama seperti ke dua kakakmu?”

Sungguh di luar dugaan ibu Joko Kendil, ternyata jawaban putri ke tiga putri bungsu sang baginda raja menerima lamaran putranya Joko Kendil, putri bungsu menjawab,

“Ayah, apabila ayah tidak berkeberatan, dan menyetujui keputusan hamba, terus terang ananda akan menerima lamaran Joko Kendil dengan senang hati. Semoga ayah bisa menerima keputusan hamba ini.”

Kendatipun raja sangat heran dan merasa keberatan, akan tetapi sebagai seorang raja yang kata-katanya menjadi panutan rakyatnya, lagi pula ia sudah dikenal raja yang sangat bijaksana dan dicintai rakyatnya di seluruh negeri, akhirnya dapat memahami keputusan putri bungsunya itu dan menerima lamaran Joko Kendil untuk menikahi putrinya itu.

Singkat cerita pesta perkawinanpun dilangsungkan dengan sangat meriah. Melihat tubuh Joko Kendil yang kecil dan menyerupai periuk, dan rupa yang buruk dari Joko Kendil, ke dua saudaranya menghina dan mengejek tiada henti-hentinya,

“Ha ha ha…sudah mukanya jelek, badannya cebol pula seperti kendil!”

“Iya, iya, iya, ya…seperti kendil yang ada di dapur itu, ha ha ha…!” demikian ejek saudara-saudaranya itu, setiap saat tak pernah bosan-bosannya mencela, mengejek putri Melati, demikian nama putri bungsu raja. Akan tetapi putri Melati tetap bersabar dan tak pernah sakit hati. Semua hinaan, ejekan, dan celaan diterimanya dengan penuh ketabahan dan penuh kesabaran.
Pada suatu ketika, baginda raja menyelenggarakan pertandingan adu ketangkasan para panglima kerajaan. Pertandingan adu ketangkasan itu dilaksanakan di tempat lapang terbuka yaitu di alun-alun istana. Baginda raja dengan seluruh panglima, pengawal kerajaan, dank e tiga putrinya turut pula menyaksikan pertandingan adu ketangkasan tersebut. Akan tetapi di sana tak tampak Joko Kendil, putri Melati duduk sendiri tanpa suaminya Joko Kendil. Apakah yang terjadi dengan Joko Kendil?

Sebenarnya Joko Kendil telah memohon izin kepada raja untuk tidak ikut menyaksikan pertandingan adu ketangkasan. Ia lebih memilih tinggal di istana dengan alasan sedang sakit.  Dan sang raja dapat memahami akan hal ini.

Tak lama kemudian pertandingan adu ketangkasanpun dimulai. Suara gegap gempita teriakan dan tepuk tangan penonton menggelegar di alun-alun tempat pertandingan. Para peserta pertandingan Nampak saling memperlihatkan kecakapan dan ketangkasannya masing-masing. Semuanya memukau penonton.

Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba di tengah-tengah arena pertandingan muncul seorang kesatriya yang gagah dan tampan rupanya. Kesatriya gagah dan tampan itu berpakaian sangat indah sesuai dengan kegagahan dan ketampanannya. Sang baginda raja menduga-duga, siapakah kesatriya gagah perkasa yang tampan rupanya itu? Adapun kedua saudara kandung Melati tak luput mengejek adiknya putri bungsu,

“Hai Melati, kesatriya gagah pemuda tanpan itulah yang pantas menjadi suamimu atau suamiku. Mengapa kamu mau menerima Joko Kendil yang cebol dan buruk rupa itu? He he he…!”

Tak tahan dengan ejekan dan celaan ke dua saudaranya itu, Melati berlari sambil menangis meninggalkan tempat duduknya, sementara pertandingan terus berlangsung. Sesampai di biliknya, ia agak terkejut karena di sudut biliknya itu tergeletak kendil dalam keadaan kosong. Melati semakin kesal, lalu iya membanting kendil tersebut, praaang! Suara kendil pecah berkeping-keping berserakan di lantai biliknya. Sementara itu di luar pertandingan adu ketangkasan telah berakhir dan pemenangnya adalah kesatriya tampan, pemuda yang gagah perkasa tadi. Pada saat itu pula, secara tiba-tiba berkelebat bayangan yang memasuki bilik sang Putri Bungsu, Melati. Bayangan itu ternyata adalah sang pemuda gagah nan tanpan pemenang sayembara adu ketangkasan tadi.
Di dalam kamarnya itu, Joko Kendil mencari kendilnya yang ternyata sudah pecah berkeping-keping. Pada saat bersamaan dilihat istrinya, si Putri Bungsu sedang menangis tersedu-sedu. Kemudian Joko Kendil membelai rambut istrinya seraya menyentuh dagunya. Tentu saja sang Putri Melati menjadi terperanjat dan ia menepis tangan Joko Kendil berlari ke sudut kamar dengan sangat ketakutan. Menanggapi kejadian ini akhirnya Joko Kendil menjelaskan semuanya, bahwa dia akan menjadi seorang kesatriya kembali setelah ada seorang putri yang mau mencintainya dan mau berkorban untuk menjadi istrinya dengan tulus murni.  Melihat perubahan bentuk pada diri Joko Kendil, Putri Melati menjadi amat suka cita dan mereka berdua akhirnya hidup bahagia. Sedangkan Joko Kendil kini telah menjadi panglima kerajaan. Sebaliknya keadaan ini telah membuat iri hati ke dua saudaranya, dan memohon maaf kepada Melati, menyesali perbuatannya.   Referensi: James Dananjaya: “Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah”Jakarta:1992. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.