SABTU, 7 JULI 2012 - SITA BLOG: Di Pekalongan sebelah barat
Kabupaten Batang sampai daerah Sigeseng, Kabupaten Pemalang Timur, sampai
sekarang masyarakatnya tabu memelihara kerbau jantan. Anehnya, kendatipun di
daerah tersebut tak ada kerbau jantan, kerbau betina bisa hamil dan beranak dengan
sendirinya. Konon jika ada kerbau jantan yang lahir, tak lama kemudian akan
mati. Kejadian ini terus berlangsung sampai sekarang. Oleh karena itu para
peternak kerbau di Pekalongan jika ternaknya itu melahirkan kerbau jantan, maka
mereka segera menjualnya ke daerah lain di luar Pekalongan. Kejadian aneh ini sampai sekarang tetap
dipercayai dan dialami oleh masyarakat Pekalongan. Mengapa bisa demikian ?
Beginilah ceritanya! Dahulu kala di daerah Sigeseng hidup
seorang pertapa sakti, Ki Sadipo dan
putranya yang bernama Joko Danu.
Kehidupan masyarakat Sigeseng kebanyakan adalah sebagai nelayan, tak terkecuali
Ki Sadipo dan putranya Joko Danu. Di daerah Sigeseng, Ki Sadipo selain dikenal
sebagai seorang yang linuwih memiliki kesaktian yang tinggi, juga sangat
terkenal dengan kemahiran dan kepandaiannya dalam membuat perahu. Ketenaran dan
ketersohoran keterampilan dan kemahiran Ki Sadipo dalam membuat perahu ini
sampai ke telinga Raja Galuh. Maka Sang
Raja Galuhpun memerintahkan kepada segenap hulu balangnya untuk memesan perahu
besar yang indah pada Ki Sadipo untuk dipergunakan bersama isrinya berlayar
bertamasya laut di sekitar Kabupaten Pemalang Timur di pantai Sigeseng,
Pekalongan. Mendapat pesanan langsung dari Sang Raja Galuh, Ki Sadipo teramat
suka cita hatinya, ia pun menyanggupinya.
Singkat cerita, Segera Ki Sadipo bersama-sama beberapa
orang murid pilihannya pergi ke hutan untuk mencari kayu terbaik sebagai bahan
untuk membuat perahu yang indah pesanan Sang Raja Galuh. Di hutan tersebut Ki Sadipo dan
murid-muridnya menemukan satu pohon besar tua yang batang kayunya dianggap
sangat baik untuk membuat perahu pesanan Sang Raja. Ki Sadipo beserta para muridnya segera menebang
pohon tersebut. Akan tetapi setelah pohon tersebut selesai ditebang keanehan
terjadi, batangnya yang besar itu tak mampu diangkat oleh Ki Sadipo dan para
muridnya. Menurut Ki Sadipo ini suatu
keanehan karena sepanjang pengalamannya baru satu kali inilah Ia tak mampu
mengangkat sebatang pohon, bahkan dengan kekuatan saktinya sekalipun.
Menghadapi kejadian aneh tersebut, sedang hari sudah menjelang petang, ia
beserta murid-muridnya memutuskan untuk kembali pulang dan akan kembali lagi ke
hutan dengan mengajak murid-murid yang lain lagi pada ke esokan harinya.
Joko Danu putra satu-satunya Ki Sadipo yang juga memiliki
kesaktian dan kekuatan besar menyamai ayahnya merasa tersentuh untuk menolong
kesulitan ayahnya itu. Akan tetapi ada sedikit watak yang kurang disukai
terhadap putranya itu, Joko Danu, berwatak sombong dan suka pamer kekuatan di
hadapan orang-orang sekampungnya. Itulah yang membuat Sang Ayah, Ki Sadipo
enggan untuk mengajak putranya itu pergi bersama-sama mencari kayu bahan
pembuat perahu di hutan.
Di pagi hari sebelum matahari terbit, tanpa seizing
ayahnya, Joko Danu pergi sendiri ke hutan tanpa ditemani oleh siapun. Sesampai
di tengah hutan, ia masih melihat batang pohon besar yang telah ditebang oleh
ayahnya itu masih terbentang seperti tubuh raksasa yang sedang tertidur. Tak
lama kemudian, dengan mengerahkan segenap kekuatannya yang besar dan
kesaktiannya itu, Joko Danu mengangkat
sendiri batang pohon tersebut dengan teramat mudahnya. Batang pohon besar itu
dipanggulnya sendiri menuju tempat pembuata kapal, dan dengan sikap bangga dan
angkuhnya ia memamerkan kekuatannya itu kepada orang sekampung di sepanjang
perjalanan. Orang sekampung yang melihat kekuatan Joko Danu banyak yang
berdecak kagum, tetapi banyak juga yang tak senang dengan ulahnya itu karena
dalam memanggul pohon besar itu Joko Danu Nampak sekali sifat angkuhnya.
Sementara itu Ki Sadipo beserta para muridnya yang juga
kembali ke hutan untuk mengambil kembali batang pohon pembuat perahu besar
pesanan Sang Raja itu sungguh teramat kecewa. Ia tak mendapatkan lagi batang
pohon besar itu tergeletak di tempatnya. Ia sangat marah, siapakah yang sudah
lancang mengambil batang pohon besar itu, batang pohon kayu besar pembuat kapal
pesiar pesanan Sang Raja Galuh.
Singkat cerita, setelah diketahui Ki Sadipo bahwa yang
mengambil batang pohon kayu besar adalah putranya sendiri Joko Danu, dan semua
itu ia dengar sendiri dari orang-orang sekampung yang masih banyak membicarakan
tentang kekuatan dan kesombongan putranya dalam memamer-mamerkan kekuatannya di
hadapan orang banyak khususnya orang sekampung dan murid-muridnya, Ki Sadipo
tidak merasa bangga bahkan ia menjadi teramat berang. Ia pun segera menemui
putranya itu seraya bersumpah,
“Putraku
Joko Danu, engkau telah lancang sekali telah mengambil batang pohon tanpa
sepengetahuanku, engkau juga telah pamer-pamer kekuatan dan kesaktian di
hadapan orang banyak, kekuatanmu dan keperkasaanmu itu laksana kerbau jantan
saja!”
Oleh karena
kata-kata sumpah itu diucapkan oleh seorang ayah yang memiliki kesaktian,
seketika tubuh Joko Danu berubah menjadi seekor kerbau jantan yang cukup besar
berkulit kelam. Ki Sadipo pun
melanjutkan kata sumpahnya lagi,
“Karena
engkau kini telah menjadi seekor kerbau jantan, sejak sekarang engkau bernama
Kerbau Danu, dan engkau akan menjadi kerbau siluman yang menguasai daerah
Sigeseng sampai ke pesisir timur. Di sana kau boleh berbuat sesukamu. Nah,
enyahlah engkau dari sini!”
Dengan
berjalan tertatih-tatih, Joko Danu yang telah berubah menjadi kerbau jantan
berkulit hitam kelam berjalan menuju hutan di pesisir timur Sigeseng sampai
Pekalongan. Sesungguhnya Ki Sadipo menyesali juga akan perlakuannya terhadap
putranya itu, akan tetapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur sesalpun
tiada guna lagi. Kemudian Ki Sadipo berkata kepada murid-muridnya,
“Mulai
sekarang, kalian semua harus berhati-hati. Bila diantara kalian ada yang
memiliki kerbau jantan, sebaiknya disembelih saja secepatnya karena
kerbau-kerbau itu akan menjadi Kerbau Danu yang telah menjelma menjadi kerbau
siluma. Dan jangan heran pula, jika kerbau betinamu bisa hamil tanpa ada kerbau
pejantannya karena semua itu adalah perbuatan dari Kerbau Danu!”
KESIMPULAN
:
Cerita
ini merupakan legenda masyarakat Pekalongan yang masih hidup sampai sekarang.
Sebagian besar masyarakat di Pekalongan masih mempercayai cerita tersebut, dan
mereka percaya itu benar-benar terjadi di daerahnya. Oleh karena itu di daerah
Kabupaten Batang sampai Pemalang masyarakatnya
enggan dan tidak berani memelihara
kerbau jantan. Pelajaran
yang bisa kita peroleh dari cerita ini adalah agar kita tidak bersifat sombong,
merasa lebih pintar dari orang lain.
Sekian
Cerita ini merupakan legenda masyarakat Pekalongan yang masih hidup sampai sekarang. Sebagian besar masyarakat di Pekalongan masih mempercayai cerita tersebut, dan mereka percaya itu benar-benar terjadi di daerahnya. Oleh karena itu di daerah Kabupaten Batang sampai Pemalang masyarakatnya enggan dan tidak berani memelihara kerbau jantan. Pelajaran yang bisa kita peroleh dari cerita ini adalah agar kita tidak bersifat sombong, merasa lebih pintar dari orang lain.
BalasHapus