Diceritakan oleh Sita
Peta Kutai Kartanegara |
Nina Bobo - Sabtu, 07 Juni 2014 – Pangarakan.blogspot.com - Kota
Tenggarong berdasar data-data otentik dan yang bisa dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan
Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Kutai adalah No. THP. 276/E-/Pem-134/197p tanggal 28 September 1972
yang menetapkan, bahwa:
I.
Dengan
mendahului Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Kutai menetapkan
tnggal 28 September 1782 sebagai tonggak berdirinya kota Tenggarong.
II.
berdiri 28 September Nama Tenggarong
berasal dari kata Tangga dan Arong. Menurut cerita, merupakan tangga
tempat naga sakti lewat bernama Nagabeulur.
Tetapi menurut cerita para tetua di kampung penulis, kedua kata Tangga dan
Arong berasal dari bahasa Bugis yang berarti, Tangga Raja. Mengapa demikian? Beginilah ceritanya!
Dahulu semasa
pemerintahan Kerajaan Kutai dipegang oleh Maharaja
Sakti dan Maharaja Sultan sampai Sultan Idris, Kerajaan ini lokasinya
terletak di Kutai Lama. Semasa Sultan Idris berkuasa, masuklah
Islam di tanah Kutai. Pada awalnya pemeluk Islam di Kutai ini sedikit sekali,
terbatas di lingkungan kesultanan saja. Semasa hidupnya, Sultan Idris sempat
beristri di tanah Bugis di Kampung Peniki. Dari istrinya itu ia dikaruniai
seorang putra yang diberi nama Andi
Madukelang yang dikemudian hari menjadi raja di tanah Bugis. Adapun raja
tanah Kutai setelah Sultan Idris wafat, diganti oleh Sultan Muslihuddin.
Pada masa
pemerintahan Sultan Muslihuddin banyak terjadi perampokan-perampokan yang
sangat mengganggu jalannya pemerintahan. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dididirikanlah benteng yang dibuat dari kulit tudai, tembe. Merasa belum aman
di Kutai Lama, Sultan Muslihuddin memindahkan kerajaan yang lokasinya agak ke
hulu Sungai Mahakam. Tepatnya di daerah Pelaran,
Kecamatan Pelaran. Sepuluh tahun
kemudian kerajaan dipindahkan lagi oleh Sultan Muslihuddin ke Jembayan di Merangan hingga wafatnya dan jenazahnya dimakam di sana. Setelah
Sultan Muslihuddin mangkat tampuk pemerintahan digantikan oleh Sultah Salehuddin.
Semasa pemerintahan
Salehuddin inilah banyak berdatangan orang-orang Bugis ke Tanah Kutai.
Orang-orang Bugis ini meminta tanah pada Sultan Salehuddin untuk tempat tinggal
dan bercocok tanam. Oleh Sultan Salehuddin, mengingat keturunan dan hubungan
semasa Sultan Idris, orang-orang Bugis yang datang diberi tanah di daerah Loa Buah. Karena tanah di Loa Buah
bergunung-gunung dan tanahnya tidak baik untuk pertanian, maka orang-orang
Bugis datang lagi menghadap Sultan Salehuddin untuk meminta tanah yang lebih
rendah. Oleh Sultan Salehuddin, orang-orang Bugis itu disuruhnya mencari
sendiri daerah dataran rendah sesuai keinginan mereka. Maka oleh orang-orang
Bugis ditemukan tanah di Samarinda yang pada waktu itu masih merupakan hutan
belantara. Menurut dugaan kota Samarinda
berasal dari istilah Sama Rendah.
Sesungguhnya pada masa
pemerintahan Salehuddin, selain orang-orang Bugis berdatangnan pula orang-orang
Inggris ke tanah Kutai. Karena takut dijajah bangsa Inggris, Sultan Salehuddin
memohon petunjuk atau ilamat pada Kodong Dewa Toseng Keuma. Dalam mimpinya
bertemu dengan Kodong Dewa Toseng Kesuma, Sultan Salehuddin mendapat petunjuk
agar menyingkir menyusuri Sungai Mahakam arah ke hulu. Di sana ada sungai
bercabang dua maka susurlah sungai yang kedua. Ilamat atau petunjuk dalam mimpi
itu diterima Sultan Salehuddin tidurnya hingga tiga kali. Pada keesokan harinya
dengan menggunakan lima buah brohon (perahu). Sultan Salehuddin dan seluruh
perlengkapan istana mudik menyusuru Sungai Mahakam. Tiba di Muara Kaman Sultan Salehuddin bermalam
selama tiga malam, begitu pula di Kota
Bangun. Akhirnya sampailah brohon Sultan Salehuddn di Muara Sungai Srimuntai yang pada waktu itu masih berupa hutan.
Sultan Salehuddin
mengira Sungai Srimuntai adalah sungai yang ada dalam mimpinya menurut ilamat
yang didapatnya dari Kodong Dewa Toseng Kesuma, maka disusurnya terus Sungai
Srimuntai yang semakin ke hulu semakin mengecil sehingga hanya tiga buah brohon
saja yang masih bisa melanjutkan perjalanan sedangkan dua buah brohon
disuruhnya kembali. Tiga buah brohon terus melanjutkan perjalanan mudik
menyusuri Sungai Mahakam. Akhirnya broho Sultan Salehuddin tiba di Muara Pahu, yang sungainya terpampang
dua, yaitu Sungai Kedang Pahu.
Seperti juga di Muara
Kaman dan Kota Bangun, Sultan Salehuddin dan rombongannya disambut rakyat
dengan khidmat. Sultan Salehuddin bermalam selama tiga malam di Muara Pahu.
Kemudian melanjutkan perjalanannya menyusuri Sungai Kedang Pahu.
Setiba di Kampung Jerang Melayu, rombongan
bertahan. Karena sudah merasa aman di kampung Jerang Melayu, Sultan Salehuddin beserta
rombongan pun mendirikan lamin
(rumah) untuk tempat tinggal mereka.
Adapun tiga buah brohon yang menyusuri
Sungai Srimuntai, akhirnya tiba di Krakup
daerah Bongan, dan menetap di
sana.
Setelah
bertahun-tahun Sultan Salehuddinberdiam di Jerang Melayu dan mendengar kabar
orang-orang Inggris sudah tidak ada lagi, maka kembalilah Sultan Salehuddin.
Dalam perjalan kembali itu Sultan Salehuddin sempat beristri di Kota Bangun.
Setelah beberapa lama tinggal di Kota Bangun ia melanjutkan perjalanannya lagi
sampai tiba di hulu Pulau Yupa. Di
Pulau Yupa ini Sultan Salehuddin beserta rombongannya bertahan, dan memohon
petunjuk kepada Kodong Dewa Toseng Kesuma agar diberitahukan di mana tempat
yang baik untuk mendirikan istana dan mengendalikan pemerintahan. Dalam mimpinya
Sultan didatangi seorang tua yang memberi petunjuk, bahwa tempat yang baik
untuk Sultan Salehuddin menetap adalah di hilir Pulau Yupa. Di situ ada rantau
yang di sebelah hulunya terdapat gunung dan di sebelah hilirnya tedong (ular)
payang yang sedang memainkan kumalanya. Disitulah tempat yang baik untuk Sultan
Salehuddin. Sampai tiga kali orang tua tersebut mengatakan tempat itu kepada
Sultan Salehuddin.
Keesokan harinya
Sultan Salehuddin mengajak para patih dan pangeran untuk mencari tafsir mimpinya
itu. Namun mereka semua tidak dapat menafsirkan mimpi Sultan Salehuddin
tersebut. Salah seorang patih mengatakan pada Sultan Salehuddin, bahwa di Loa Haur ada seorang ahli nujum. Atas
saran patih tersebut maka Pangeran dan Sepangan diperintahkan untuk menjemput
ahli nujum tersebut. Karena mereka datang sudah hampir petang di Loa Haur, maka
sesuai nasehat ahli nujum mereka pun bermalam dan esok harinya barulah mereka
bersama-sama menghadap Sultan Salehuddin.
Sultan Salehuddin
menceritakan kepada ahli nujum tentang mimpinya bertemu dengan seorang tua yang
memberi petunjuk tentang lolkasi yang baik mendirikan pusat pemerintahan. Maka
ahli nujum menjelaskan kepada Sultan Salehuddin agar sebaiknya bersama-sama
menghilir untuk mencari tempat yang dimaksud dalam mimpi Sultan. Rombongan pun
berangkat menghilir Pulau Yupa.
Tiba di suatu rantau
sebelah kanan milir, ahli nujum melihat tempat yang dimaksud dalam mimpi Sultan
Salehuddin itu. Berkatalah ahli nujum pada Sultan Salehuddin, bahwa inilah yang
dimaksud dalam mimpi.
“Tuan, coba lihat
bawah kaus, di sebelah hulu itu kelihatan gunungnya dan di sebelah hilir nampak
tedong payang sedang memainkan kumalanya!”
“Mana tedong yang
sedang memainkan kumalanya itu? Aku tidak melihatnya,” jawab Sultan Salehuddin.
“Sungai itulah yang
dimaksud dengan tedong payang, dan pulau itu yang dimaksud dengan kumala dalam
mimpi bawah kaus, Paduka Sultan!”
“Rupanya inilah
tempat yang baik yang dimaksud dalam mimpiku itu,” pikir Sultan Salehuddin.
“Benar Paduka
Sultan.” Jawab sang Nujum.
Dengan diantar oleh
sepangan, setelah mendapat hadiah dari Sultan, sang nujum kembali ke tempat
asalnya di daerah Loa Haur.
Setelah tafsir
mimpinya telah terbuka jelas berkat bantuan ahli nujum, maka Sultan Salehuddin
pun memerintahkan kepada segenap patih, hulu balang dan rakyatnya agar segera
mendirikan Lamin (istana) di tempat yang sesuai petunjuk ahli nujum. Maka dimulailah pembangunan lamin tepat
mengarah ke tepi Sungai Mahakam. Untuk tangga Sultan Salehuddin turun naik ke
tepian, dibuatlah tangga behe dari
kayu ulin kira-kira sebesar derum.
Selama Sultan
Salehuddin menetap di sana banyaklah orang-orang Bugis berdatangan ke tempat
itu. Kepada orang-orang Bugis itu diberikan tanah di Gunung Pedidi untuk tempat bercocok tanam. Hilir mudiklah merekadan
sementara itu mereka sering singgah di tepian Sultan Salehuddin.
Pada suatu ketika,
betapa sangat marahnya orang sepangan saat melihat orang-orang Bugis sering
singgah di tepian Sultan Salehuddin. Mereka menghardik keras sambil berkata,
“Jangan singgah di
tepian ini, karena ini tepian Raja Sultan Salehuddin dan itu, sambil menunjuk
ke tangga behe, tangga raja turun ke tepian.”
Sambil termangu
karena kena marah sepangan, orang-orang Bugis yang singgah di tepian Sultan
Salehuddin itu, seolah-olah berkata pada dirinya sendiri, “Tangga Arong, Tangga
Arong!” yang maksudnya tangga raja. Karena sepangan itu tidak tahu apa arti
tangga arong, diheja-heja (diulang-ulang) ucapan orang Bugis itu, “Tangga
Arong, tangga arong”. Maka jadilah tempat itu dikenal dengan nama Tangga Arong.
Lama kelamaan menjadi Tenggarong.
Sultan Salehuddin
raja yang pertama-tama menjalankan roda pemerintahan Kerajaan Kutai di
Tenggarong sebagai pengganti tempat di Kutai Lama. Setelah Sultan Salehuddin
wafat, kerajaan dipegang oleh Sultan
SulaimanAlimuddin Al Adil, Halifatullah Aril Mukminin (Meruhum Adil). Setelah Sultan Sulaiman atau Meruhum mangkat, ia
digantikan Sultan Parikesit. Sewaktu
Sultan A.M. Parikesit bersekolah bersekolah di Betawi (Jakarta), pemerintahan
kerajaan dipegang oleh Pangeran Mangku sebagai pejabat Sultan Kutai.
Pada masa
pemerintahan Sultan A.M. Parikesitlah dibangun istana Kutai yang sekarang
menjadi museum kebanggaan milik Pemerintahan Daerah Kabupaten Kutai. Di samping
itu dijadikan juga sebagai tempat pembinaan dan peragaan kebudayaan daerah
Kabupaten Kutai. Adapun tiga buah brohon yang sesat di Krakup daerah Bongan, di
antara anggota rombongannya ada yang tewas lalu dikubur di sana, dan sampai
sekarang kuburan-kuburan mereka masih ada di sana.
Demikianlah sekilas
pintas asal nama kota TENGGARONG, ibu kota Kabupaten Kutai yang dikenal dengan
sebutan Kota Pariwisata. Benar
tidaknya cerita ini, kami serahkan pada pembaca sekalian, oleh karena cerita
ini bersumber dari cerita seorang tua di daerah tempat tinggal penulis. Semoga
cerita ini ada manfaatnya bagi kita semua. Terlebih bagi generasi mendatang.
Referensi:
Dewan Redaksi
Penerbitan Kutai Masa Lampau, Kini, dan Esok, Kumpulan Cerita Rakyat Kutai.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1979.
Posted by
Sita di Pangarakan, Bogor
Sabtu, 07 Juni 2014 –
17:02 wib
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
salam berbagi info salam sukses goo.gl/Rmeey3
BalasHapus