Minggu, 29 Januari 2012

Dongeng "TIMUN EMAS" Bag. 1 diceritakan oleh Sita


Raksasa dan Timun Emas
Minggu, 29 Januari 2012 – Sita Rosita Blog :  Alkisah  di suatu desa Antah Berantah yang cukup tentram dan damai hidup satu keluarga petani, pak Saman dan istrinya, bu Saman. Sebagai petani yang rajin dan selalu bekerja keras dalam mengolah sawah dan kebun di ladang miliknya, pak Saman dan bu Saman hidup bahagia dan berkecukupan. Akan tetapi karena sudah sekian lama pak Saman dan bu Saman belum dikaruniai seorang anak, kebahagiaannya menjadi terusik, mereka sangat mendambakan seorang anak sebagai belahan jiwanya.  Mereka terus berdoa, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, pak Saman dan bu Saman terus berdoa kepada Tuhan agar dianugerahi seorang anak, akan tetapi Tuhan belum juga mengabulkan doanya tersebut. Timbul rasa putus asa dan kecewa, akhirnya pak Saman dan bu Saman, mereka berdua bersama-sama pergi ke hutan Antah Berantah yang dikuasai oleh salah satu bangsa Jin yang teramat sakti dan suka maka daging manusia. Pak Saman dan bu Saman memohon kepada raja Jin raksasa penguasa hutan Antah Berantah, agar bisa memberinya seorang anak. Pak Saman dan bu Saman pun mengadakan upacara kecil dengan menyediakan  sesajen untuk diberikan kepada Raja Jin Raksasa penguasa hutan Antah Berantah tersebut.
Raja Jin rakasa yang dikenal sakti dan buas suka menyantap daging manusia itu mendengar doa dan permintaan pak Saman dan bu Saman, dan berkeinginan untuk menolongnya. Dengan suara yang lantang dan bergemuruh seakan suara auman harimau, Raja Jin Raksasa itu berkata kepada pak Saman dan bu Saman:
“Wua, ha, ha, ha, ha!  Wahai bangsa manusia, aku akan mengabulkan permintaanmu akan tetapi ada syaratnya, dan kamu berdua  harus menjalankan  syarat yang akan aku berikan tersebut, apakah kalian berdua sanggup?”
Meskipun pak Saman dan bu Saman merasa takut, mendengar suara Raja Jin Raksasa yang akan mengabulkan permintaannya, hatinya merasa senang. Dengan badan gemetar dan peluh bercucuran keduanya menjawab pertanyaan Jin :
“Ya,  Tuan Jin! Tetapi apakah syarat yang harus hamba lakukan itu? Jawab pak Saman dan bu Saman serempak.
“Wua, ha, ha. ha, ha… Baik, akan aku katakan, dan dengarkan baik-baik! Jika kelak putrimu sudah berusia 15 tahun, ia harus kau serahkan kepadaku sebagai sesajen!
Tidak berpikir panjang lagi pak Saman dan bu Saman menyanggupi syarat yang diberikan oleh Raja Jin Raksasa penguasa hutan Antah Berantah. Meskipun hatinya merasa was-was dengan syarat yang diberikan Raja Jin Raksasa, mereka berdua pulang dengan perasaan senang dan bahagia karena akan memiliki seorang anak perempuan pemberian dari Raja Jin Raksasa penguasa hutan Antah Berantah yang sakti itu.
Tak lama kemudian sampailah pak Saman dan bu Saman di rumahnya. Alangkah terkejutnya mereka ketika masuk ke dalam  biliknya, karena persis di atas tempat tidur di kamar tidurnya terdapat bayi yang tubuhnya bersinar kekuning-kuningan laksana emas sebesar buah mentimun sedang tersenyum memandang ke arahnya. Sungguh melihat kenyataan seperti itu kedua suami istri, pak Saman dan bu Saman sangatlah bahagia, senang dan terhibur hatinya karena kerinduan serta keinginannya untuk mempunyai anak terkabul sudah. Bayi itu akhirnya diberi nama “Timun Emas”
Tahun demi tahun terus berlalu, kini Timun Emas sudah berusia 15 belas tahun, ia berubah menjadi gadis yang teramat cantik, cerdas, rajin memasak, hormat dan patuh serta  mencintai kedua orang tuanya. Mengingat janjinya pada Jin Raksasa penunggu hutan lima belas tahun yang lalu, pak Saman dan bu Saman menjadi khawatir dan takut sekali jika putri satu-satunya yang sudah dianggap anak sendiri, dipelihara dengan penuh rasa kasih sayang, harus diserahkan kembali kepada Jin Raksasa sebagai sesajen dan tumbal karena keinginannya untuk memiliki anak secara tidak wajar.  Memikirkan permasalahan ini, pak Saman dan Bu Saman merenung di belakang rumahnya. Melihat  ini putrinya,  Timun Emas merasa ada keanehan pada diri kedua orang tuanya, ia pun menghampiri kedua orang tuanya itu seraya bertanya:
“Ibu…ayah… ada masalah apakah? Kenapa ibu dan ayah seperti bermuram durja?”
“Oh, ya! Tidak ada apa-apa, e, e, e,…Timun… Emas, ayah dan ibumu cuma agak pening, tadi di ladang cuacanya terik sekali!” jawab  kedua orang tuanya agak tergagap.
“Baiklah, ibu dan ayah! Jika demikian ananda akan buatkan segelas teh hangat, dan secangkir kopi manis untuk ibu dan ayah, ya!”
“Trimakasih putriku, Timun Emas! Jawab pak Saman, dalam hatinya ia berdoa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menjaga, memberi perlindungan keselamatan kepada putrinya yang berbakti dan teramat disayanginya itu. Dilubuk hatinya ia menyesal mengapa hanya  karena berkeinginan mempunyai anak, hanya karena doanya belum dikabulkan Tuhan, ia sampai lupa, ingkar, dan meninggalkan ajaran Tuhan, berbuat musyrik. Sampai di sini tak terasa mereka berdua pun tertidur pulas di bangku panjang tak sempat lagi meminum teh dan kopi yang tadi dibuatkan oleh putrinya, Timun Emas.
Matahari pun sudah menuju ke peraduannya tanda hari akan menjelang petang, dan sebentar lagi malam pun segera tiba. Meskipun begitu pak Saman dan bu Saman belum juga terjaga dari tidurnya yang lelap sampai suara keras menggelegar membangunkannya.
“Walah, walah, walaaah…! Kamu bangsa manusia yang terbiasa dan suka ingkar janji, kamu benar-benar sudah melupakan janjimu, sudah mengingkari janjimu, kamu akan aku bunuh menjadi santapanku malam ini! Hua, ha, ha, ha,…!!!
“Ampun…ampun, hamba mohon ampun tuanku Jin! Sekali lagi hamba mohon beribu-ribu ampun, bukan maksud hamba melupakan janji hamba akan tetapi putri hamba Si Timun Emas dalam keadaan sakit dan lemah, tubuhnya menjadi kurus sekarang, beri hamba kesempatan satu bulan lagi agar Timun Emas sembuh dan tubuhnya menjadi gemuk kembali”. Ratap mohon pak Saman dan Bu saman penuh iba pada Jin Raksasa yang memang sudah melupa-luap amarahnya karena memang sebenarnya Timun Emas harus diserahkan seminggu yang lewat. Akan tetapi mendengar alasan yang kuat bahwa Timun Emas masih sakit dan tubuhnya menjadi kurus, akhirnya Jin Raksasa penunggu hutan tersebut dapat memakluminya:
“Baiklah, aku masih terima alasanmu, akan tetapi jika sebulan ke depan engkau masih berdalih, berdalih, dan berdalih saja, maka aku akan langsung menelanmu sebagai santapanku! Ketahuilah, sebenarnya putrimu itu yang kau beri nama Timun Emas adalah putri raja di kerajaan Antah Berantah yang aku culik karena aku iba denganmu, dan permintaan untuk mempunyai anak kepadaku sesungguhnya salah kaprah. Mintalah dan berdoalah kepada Tuhanmu, jangan putus asa!  Wahai bangsa manusia yang suka ingkar janji dan melupakan Tuhannya, aku paling suka menyantap daging manusia yang pintar berdalih, pandai berbohong, culas, dan mau menang sendiri, merasa paling benar, merasa paling pintar sendiri, camkan ini!”
“Terima kasih, terima kasih, Tuanku Jin! Sebulan ke depan hamba pasti menyerahkan Timun Emas, Tuanku Jin tak perlu datang ke tempat hamba, nanti hamba berdua yang akan mempersembahkan putrid hamba pada Tuanku Jin, sekali lagi hamba mengucapkan banyak terima kasih!” Demikian ucapan pak Saman dan bu Saman sambil merunduk-runduk kepada Jin Raksasa penunggu hutan Antah Berantah.      ( Bersambung / Referensi: James Dananjaya - Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah )    
     

1 komentar:

  1. Satu pelajaran buat kita agar tidak berbuat musyrik,meminta, memuja, memohon pertolongan kepada jin, syetan, benda-benda keramat, dll. Mintalah hanya kepada Tuhan Yang Maha Memberikan!

    BalasHapus