Dihimpun oleh Emi
Nina Bobok - Selasa, 26 November 2013 - “Wah,etam ndik ada nya ngalahkan,
baik manusia maupun binatang-binatang hutan, biar macam apa jua bentongnya,
tapi ada sebuting maha nya etam takuti. Aku ndik kehemadahi awak tu, takut
kendia didengar oleh manusia. Amun didengarnya, ceh... mati hak etam, ini hak
nya benar-benar etam takuti tu”.
Istrinya mendesak terus agar
kepadanya diberitahukan apa yang sebenar-benarnya ditakuti itu. Oleh karena
terus didesak, maka suaminya memberitahukan, “Baik hak, kupadahi awak, tapi
hawas, jangan sampai didengar oleh manusia, sebab beberapa hari ini, awak
sendiri dah tahu, petongot api etam dicuri oleh manusia, untung etam dapat
ngalaknya”.
“Jadi apahak nya etam takuti itu,
padahi hak aku, sebab ndik ada jua manusia nya kehe datang-datang tengah malam
mendengar etam ncarang ni,” ujar istrinya pula. Suaminya terdiam sebentar, lalu
berkata, “Tahu awak apa nya etam takuti ‘tu”.
“Endik tahu,“ ujar istrinya. Kemudian
suaminya memberitahukan, ujarnya, “Nya etam takuti, sebuting maha, yaitu hantu Ting Ting Uwit. Hantu ini besar mandik,
halus mandik, tapi dapat membunuh etam nya besar panggar ni. Untuk nyuruhnya
lari amun nya ada bebunyi, etam tebaki dengan tumpi besar lewang, makanya ‘tu
apa sebabnya awak kusuruh bersedia tumpi
itu”. “Macam apa bunyinya?” tanya
istrinya pula. “Hah... awak ni, terus-terusan minta dipadahi”, ujar suaminya
agak marah. “Kendia tu kupadahi awak, didengar oleh manusia, nah...alamat etam ndak
mati. Tapi supaya awak tahu, bunyinya tegak ini: TingtingUwit, tendak papan
tembus, tendak dasar tembus, tendak tikar tembus, tendak burit Uan
Gergasilaki-bini”.
Setelah mengetahui apa yang
mereka takuti itu, istrinya pun terdiam tanpa berkata-kata lagi, takut kepada
manusia kalau rahasia mereka ini sampai diketahuinya. Padahal pembicaraan Uan
Gwegasi suami istri itu, jelas didengar oleh kedua kakak beradik yang
bersembunyi di bawah pondok itu. Kini tahulah mereka, bahwa Uan Gergasi itu
takut kepada hantu Tingting Uwit. Bagaimana
macam dan rupa hantu itu, mereka sendirri belum tahu, tapi yang nyata sekarang
mereka harus memperdayakan kedua Uan Gergasi suami istri itu. Saat hari sudah
jauh malam, kakak beradik itu pun kembali pulang ke tempat mereka di pohon jambu.
Pada keesokan malamnya, kedua
kakak beradik pergi lagi dan bersembunyi di bawah pondok Uan Gergasi. Mereka menanti
saat tengah malam, agar mereka dapat melaksanakan rencananya yang telah disusun
pada siang tadi. Ketika terdengar suara burung hantu tanda hari sudah menjelang
tengah malam, maka si kakak melaksanakan apa yang sudah direncanakannya. Bersamaan
dengan terdengarnya suara burung hantu yang kedua kalinya, si kakak meniru suara
bunyi hantu Tinting Uwit, demikian bunyinya,
“Tinting
Uwit, Uwit,
tendak
papan tembus,
tendak
dasar tembus,
tendak
tikar tembus,
tendak
burit Uan Gergasi
laki
bini!”
Uan Gergasi yang hendak tidur mendengar suara yang
berbunyi di bawah pondok mereka. Suara hiruk pikuk terdengar di dalam pondok
itu, dan akhirnya kedua Uan Gergasi itu bersembunyi di dalam gulungan tikar. Tetapi
tidak lama kemudian, terdengar bunyi burung hantu itu, Ting, Ting, Uwit, tendak
papan tembus, tendak dasar tembus, tendak tikar tembus, tendak burit Uan
Gergasi laki-bini”.
Nah..., inilah kataku tadi, engkau suka usilan
bertanya tentang hantu Tingting Uwit,” ujar suaminya sedikit marah kepada
istrinya. “Lekas, engkau ambil dan lempar dengan tumpi itu, supaya hantu
Tingting Uwit itu lari.”
Istri Uan Gergasi itu segera melaksanakan perintah
suaminya. Sekalipun dia dalam ketakutan yang teramat sangat, dilemparnya juga
tumpi sebesar nyiru itu ke tanah tempat suara hantu Tingting Uwit. Tumpi itu
tepat jatuh di dekat kedua kakak beradik bersembunyi, dan pada saat itu pula
tumpi itu lalu diambil oleh si kakak dan dibawa pulang ketempatnya di pohon
jambu.
Berhasil menkut-nakuti Uan Gergasi dengan suara
yang menyerupai suara hantu Tingting Uwit, mereka telah mendapat makanan dari
kerja akal mereka. Dan, jika tumpi itu
telah habis, maka mereka pun kembali datang ke pondok Uan Gergasi dengan
menakut-nakuti mereka dengan suara hantu Tingting Uwit. Begitu seterusnya.
Suatu ketika si kakak beradik berencana akan
membunuh suami istri Uan Gergasi. Maka dipasanglah oleh si kakak sebatang bambu
yang ujungnya sudah diruncingkan. Tepat tengah malam, maka bersamaan dengan
suara burung hantu yang kebetulan berbunyi, maka terdengan suara, “Ting, ting,
Uwit, tendak papan tembus, tendak dasar tembus, tendak tikar tembus, tendak
burit Uan Gergasi laki-bini sampai mati”. (Bersambung)
Referensi:
Kumpulan Cerita Rakyat Kutai,
Depdikbud 1979
Posted:
Sita Rose di Pangarakan,
Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar