Selasa, 26 November 2013

Cerita Rakyat Kutai: "KISAH PUAN TAHUN" Bag. 3 Diceritakan Oleh Sita Rose



Dihimpun oleh Emi


Tusya suka mendengarkan dongeng
Nina Bobok - Selasa, 26 November 2013 - “Wah,etam ndik ada nya ngalahkan, baik manusia maupun binatang-binatang hutan, biar macam apa jua bentongnya, tapi ada sebuting maha nya etam takuti. Aku ndik kehemadahi awak tu, takut kendia didengar oleh manusia. Amun didengarnya, ceh... mati hak etam, ini hak nya benar-benar etam takuti tu”.

Istrinya mendesak terus agar kepadanya diberitahukan apa yang sebenar-benarnya ditakuti itu. Oleh karena terus didesak, maka suaminya memberitahukan, “Baik hak, kupadahi awak, tapi hawas, jangan sampai didengar oleh manusia, sebab beberapa hari ini, awak sendiri dah tahu, petongot api etam dicuri oleh manusia, untung etam dapat ngalaknya”.

“Jadi apahak nya etam takuti itu, padahi hak aku, sebab ndik ada jua manusia nya kehe datang-datang tengah malam mendengar etam ncarang ni,” ujar istrinya pula. Suaminya terdiam sebentar, lalu berkata, “Tahu awak apa nya etam takuti ‘tu”.

“Endik tahu,“ ujar istrinya. Kemudian suaminya memberitahukan, ujarnya, “Nya etam takuti, sebuting maha, yaitu hantu Ting Ting Uwit. Hantu ini besar mandik, halus mandik, tapi dapat membunuh etam nya besar panggar ni. Untuk nyuruhnya lari amun nya ada bebunyi, etam tebaki dengan tumpi besar lewang, makanya ‘tu apa sebabnya awak kusuruh  bersedia tumpi itu”. “Macam apa bunyinya?” tanya istrinya pula. “Hah... awak ni, terus-terusan minta dipadahi”, ujar suaminya agak marah. “Kendia tu kupadahi awak, didengar oleh manusia, nah...alamat etam ndak mati. Tapi supaya awak tahu, bunyinya tegak ini: TingtingUwit, tendak papan tembus, tendak dasar tembus, tendak tikar tembus, tendak burit Uan Gergasilaki-bini”. 

Setelah mengetahui apa yang mereka takuti itu, istrinya pun terdiam tanpa berkata-kata lagi, takut kepada manusia kalau rahasia mereka ini sampai diketahuinya. Padahal pembicaraan Uan Gwegasi suami istri itu, jelas didengar oleh kedua kakak beradik yang bersembunyi di bawah pondok itu. Kini tahulah mereka, bahwa Uan Gergasi itu takut kepada hantu Tingting Uwit.  Bagaimana macam dan rupa hantu itu, mereka sendirri belum tahu, tapi yang nyata sekarang mereka harus memperdayakan kedua Uan Gergasi suami istri itu. Saat hari sudah jauh malam, kakak beradik itu pun kembali pulang ke tempat mereka di pohon jambu.

Pada keesokan malamnya, kedua kakak beradik pergi lagi dan bersembunyi di bawah pondok Uan Gergasi. Mereka menanti saat tengah malam, agar mereka dapat melaksanakan rencananya yang telah disusun pada siang tadi. Ketika terdengar suara burung hantu tanda hari sudah menjelang tengah malam, maka si kakak melaksanakan apa yang sudah direncanakannya. Bersamaan dengan terdengarnya suara burung hantu yang kedua kalinya, si kakak meniru suara bunyi hantu Tinting Uwit, demikian bunyinya,

“Tinting Uwit, Uwit,
tendak papan tembus,
tendak dasar tembus,
tendak tikar tembus,
tendak burit Uan Gergasi
laki bini!”

Uan Gergasi yang hendak tidur mendengar suara yang berbunyi di bawah pondok mereka. Suara hiruk pikuk terdengar di dalam pondok itu, dan akhirnya kedua Uan Gergasi itu bersembunyi di dalam gulungan tikar. Tetapi tidak lama kemudian, terdengar bunyi burung hantu itu, Ting, Ting, Uwit, tendak papan tembus, tendak dasar tembus, tendak tikar tembus, tendak burit Uan Gergasi laki-bini”.

Nah..., inilah kataku tadi, engkau suka usilan bertanya tentang hantu Tingting Uwit,” ujar suaminya sedikit marah kepada istrinya. “Lekas, engkau ambil dan lempar dengan tumpi itu, supaya hantu Tingting Uwit itu lari.”

Istri Uan Gergasi itu segera melaksanakan perintah suaminya. Sekalipun dia dalam ketakutan yang teramat sangat, dilemparnya juga tumpi sebesar nyiru itu ke tanah tempat suara hantu Tingting Uwit. Tumpi itu tepat jatuh di dekat kedua kakak beradik bersembunyi, dan pada saat itu pula tumpi itu lalu diambil oleh si kakak dan dibawa pulang ketempatnya di pohon jambu.

Berhasil menkut-nakuti Uan Gergasi dengan suara yang menyerupai suara hantu Tingting Uwit, mereka telah mendapat makanan dari kerja akal mereka.  Dan, jika tumpi itu telah habis, maka mereka pun kembali datang ke pondok Uan Gergasi dengan menakut-nakuti mereka dengan suara hantu Tingting Uwit. Begitu seterusnya.

Suatu ketika si kakak beradik berencana akan membunuh suami istri Uan Gergasi. Maka dipasanglah oleh si kakak sebatang bambu yang ujungnya sudah diruncingkan. Tepat tengah malam, maka bersamaan dengan suara burung hantu yang kebetulan berbunyi, maka terdengan suara, “Ting, ting, Uwit, tendak papan tembus, tendak dasar tembus, tendak tikar tembus, tendak burit Uan Gergasi laki-bini sampai mati”. (Bersambung)

Referensi:
Kumpulan Cerita Rakyat Kutai, Depdikbud 1979
Posted:
Sita Rose di Pangarakan, Bogor                           
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar