ASAL NAMA KOTA SURABAYA ( Cerita Rakyat Jawa Timur )

Sura vs Baya

NINA BOBO – Senin, 06 April 2015 – Assalamu ’alaikum wr. Wb. Adik-adik selamat jumpa lagi dengan kak Sita. Oh,ya! Tentu adik-adik sudah sering mendengar nama Kota Surabaya yang terkenal itu. Ya, Kota Surabaya dikenal juga sebagai Kota Pahlawan. Tentu guru sejarahmu di sekolah telah menceritakan hal itu. Oleh karena itu, kali ini kak Sita akan bercerita kepada adik-adik tentang asal-usul nama kota Surabaya. Adik-adik, selamat membaca, dan jangan lupa belajar yang rajin, ya?!

Dikisahkanlah oleh yang empunya cerita, pada zaman dahulu kala, di lautan luas terjadi pertarungan antara ikan hiu bernama Sura dengan Buaya bernama, Baya. Keduanya bertempur dan berkelahi hanya karena berebut mangsa santapan. Mereka berdua sama-sama kuat, tangguh, dan sama-sama tangkas, sama-sama buas, ganas serta rakus. Berulang kali mereka berkelahi akan tetapi belum ada yang menang ataupun kalah. Karena mereka sudah merasa lelah, dan jenuh nertempur karena tak ada yang kalah atau menang,  akhirnya mereka pun mengadakan kesepakatan untuk berdamai dan tidak melanjutkan pertempuran. Ikan hiu Sura berinisiatif lebih dulu, dan ia pun berkata kepada sang buaya yang bernama, Baya:

“Baya, rupanya kita punya kesaktian dan kekuatan yang sama, dan aku bosan dan lelah berkelahi seperti ini terus-menerus tanpa ada yang mau mengalah, menang ataupun kalah,” kata hiu Sura.

“Aku juga, Sura! Lalu apa yang harus kita lakukan agar kita tidak lag terus-menerusi bertempur?” tanya sang Baya kepada hiu Sura.

Hiu Sura yang sebelumnya memang sudah mempunyai rencana untuk menhentikan perkelahian di antara mereka segera menjelaskan rencananya kepada sang Buaya.

“Baiklah, Baya! Untuk mencegah agar tidak terjadi lagi perkelahian di antara kita, sebaiknya daerah kekuasaan kita di pecah menjadi dua bagian. Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air, sedang engkau di darat, mangsa santapan bagianmu yang ada di daratan. Sebagian batas antara daratan dan air, kita tentukan batasnya, yakni tempat-tempat yang dicapai oleh air laut pada saat pasang surut!”

“Baiklah, aku setuju dengan usulanmu, Sura!” tanpa berpikir panjang lagi sang Buaya menujui dengan gagasan yang diterangkan oleh hiu Sura.

Dengan telah disepakatinya daerah kekuasaan masing-masing maka di antara mereka tidak terjadi lagi perkelahian. Keduanya telah sepakat untuk saling menjaga dan menghormati wilayahn kekuasaan masing-masing.

Akan tetapi pada suatu hari, hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan hiu Sura secara sembunyi-sembunyi saat sang Baya lengah agar tidak diketahui sang buaya yang bernama si Baya itu. Pada awalnya hal seperti ini tidak diketahui si Baya akan tetapi lama-kelamaan si Baya mengetahui perbuatan curang yang telah dilakukan hiu Sura. Ia memergoki melihat dengan mata kepala sendirisi Sura mencari mangsa di daratan di sungai yang merupakan masih wilayah kekuasaan sang Baya. Melihat ini tentu saja sang Baya menjadi sangat berang dan marah sekali karena ternyata hiu Sura telah melanggar janji yang masing-masing telah disepakati.

“Sura! kau telah mengingkari perjanjian yang telah kita sepakati bersama, mengapa kau melanggar peraturan dengan mencari mangsa di wilayahku. Sungai itu ada di daratan wilayah kekuasaanku!” hiu Sura menjawab dengan tenang-tenang saja:

“Apa katamu, Baya? Aku tidaklah melanggar kesepakatan, bukankah sungai ini berair? Bukankah aku sudah berkata kepadamu, bahwa aku adalah penguasa di air? Nah, sungai ini  ada airnya, jadi sungai ini adalah masih wilayah kekuasaanku, harap kau bisa memahami itu.” Kata hiu Sura tanpa merasa bersalah sedikitpun.

“Apa? Enak saja kau bicara semaunya, sungai itu tempatnya di darat bukannya di laut sedang kekuasaanmu itu di laut. Enyah kau dari sini Sura, jangan sampai aku kembali mengambil cara kekerasan!” sang Baya nampak ngotot dan berang sekali, moncong mulutnya yang lebar dan panjang dengan gigi-gigi taringnya yang kuat dan kokoh itu dibukanya lebar-lebar di hadapan hiu Sura.

“Hm... kau kira aku takut dengan moncong mulutmu yang bau busuk itu, Baya. Aku kan tidak pernah berkata jika di air hanya air laut saja, tetapi juga air yang ada di sungai,” jawab Hiu Sura enteng saja seperti meremehkan sang Baya yang nampaknya sudah tak bisa mengendalikan nafsu amarahnya.

“Baiklah, sekarang kita tidak perlu lagi ada kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian-perjanjian lagi, semua batal kita anggap sampah saja, dan siapa yang kuat dan memenangkan pertarungan di antara kita dialah penguasa wilayah baik yang ada di daratan maupun di lautan, jagalah seranganku ini, Sura!

Terjadilah pertarungan sengit yang untuk kesekian kalinya antara kedua raja penguasa air Sura dan Baya. Mereka saling serang, saling menggigit dan menerkam dengan kedua moncong mulutnya yang bergigi tajam, runcing laksana gergaji. Saling mengibaskan ekornya memukul tubuh lawannya keras-keras dengan ekornya yang juga beduri tajam itu.  Dalam waktu yang tak begitu lama air di sekitar pertempuran berubah menjadi merah karena darah mengucur dari luka-luka di tubuh keduanya.

Dari pertarungan dahsyat ini, Baya mendapat gigitan dari Sura di pangkal ekor bagian kanan sehingga ekornya itu selalu membelok ke arah kiri, sedangkan  Sura terkena gigitan dari sang Baya juga di bagian ekornya hingga hampir putus. Menyadari keadaan yang tidak menguntungkan dan membahayakan bagi keselamatan nyawanya, hiu Sura akhirnya melarikan diri kembali ke lautan. Dengan perasaan bangga sang Baya membuka lebar-lebar mulutnya. Ia senang dapat memenangkan pertarungan yang dengan demikian dapat mempertahankan wilayahnya di daratan, meskipun diperoleh dengan perjuangan dan pengorbanan yang keras dan mati-matian.

Kisah pertarungan antara ikan hiu bernama Sura dengan sang buaya bernama Baya ini menjadi cerita yang sangat berkesan dan melegenda di hati seluruh rakyat  Jawa Timur. bahkan saking melegendanya cerita itu nama ikan hiu si Sura dan nama khewan buaya, si Baya diabadikan menjadi salah satu nama kota di daerah dJawa Timur yang sampai sekarang kita kenal dengan nama Surabaya

Dalam versi lain nama kota Surabaya bersal dari kata Sura yang berarti jaya atau selamat sedangkan Baya berarti bahaya. Jadi nama  Surabaya berarti selamat dari bahaya. Cerita ini dikaitkan dengan sejarah pada waktu itu dimana daerah  itu menghadapi bahaya serangan pasukan Tar-tar yang hendak menghukum Raja Kertanegara di Jawa Timur yang telah memotong telinga utusan kerajaan Tar-tar.

Oleh karena Raja Kertanegara telah tewas terbunuh oleh Jayakatwang yang menggantikannya menjadi raja, maka Jayakatwang inilah yang menjadi sasaran serbuan tentara Tar-tar. Dalam penyerbuan ini pasukan Tar-tar dapat mengalahkan Jayakatwang. Banyak harta benda, dan gadis-gadis cantik dirampas untuk dibawa ke negeri Tiongkok.

Melihat keadaan semacam ini, Raden Wijaya tak tinggal diam, ia menyerang pasukan Tar-tar yang berada di pelabuhan Ujung Galuh sampai mereka menyingkir kembali ke Tiongkok. Dalam penyerangan ini pasukan Raden Wijaya mendapat kemenangan yang gilang-gemilang. Dari kemenangan kemenangan Raden Wijaya inilah daerah itu disematkan menjadi hari jadi kota Surabaya.

Surabaya nampaknya menjadi satu daerah atau kota yang selalu bergejolak . Tanggal 10 Nopember 1945 adalah salah satu bukti jati diri warga Surabaya berjuang dengan gagah berani melawan dan berjuang menghadapi serangan Inggris dan Belanda.

Sampai sekarang pertarungan memperebutkan wilayah air dan daratan masih terus berlanjut. Saat musim penghujan tiba terkadang banjir melanda kota Surabaya dan di saat musim kemarau tiba tanah persawahan menjadi nampak daratan yang kering ( Sita Rose )

Referensi:

Yudhistira, Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara

Penerbit Delima Solo 2009