Sita Blog - "NINA BOBO"
Selasa, 11 Juli 2018 - 20:35 WIB
Selasa, 11 Juli 2018 - 20:35 WIB
Dari atas bukit nenek tua itu mengutuk pak Bahil Kikir: "Ingatlah pak Bahil, sifat bahil dan kikirmu itu akan menenggelamkan dirimu beserta semua harta bendamu!" |
“ASAL USUL KOTA
CIANJUR”
By Ki Slamet 42
( Cerita rakyat Jawa Barat )
Alkisah seorang pria betapa sangatlah kaya
Punya harta banyak warisan dari orang tua
Semua tanah sawah dan ladang di desanya
Sudah menjadi hak
milik pribadinya semata
Dijuluk Pak Bahil Kikir oleh orang sedesanya
Kononlah cerita dari yang empunya cerita
Dia, Pak Bahil Kikir betapa sangat pelitnya
Pantas dan cocok dengan dia punya nama
Bahil kikir itu sifat laku pelit pada manusia
Layaknya Pak Bahil Kikir sandang itu nama
Pak Bahil Kikir mempunyai seorang putera
Amatlah beda sifat laku anak dan bapaknya
Sang putera jujur dan baiklah perangainya
Acap bantu orang-orang susah di desanya
Dia putera tunggal bernama Jujur Prakarsa
Suatu ketika Pak Bahil Kikir adakanlah pesta
Pesta selamatan agar hidup selalu sejahtera
Menurut anggapan penduduk pabila pesta
Dilaksanakan dengan cara sebaik-baiknya
Maka, hasil panen
akan melimpah jadinya
Takut tahun depan panen alami kegagalan
Pak Bahil Kikirpun adakan pesta selamatan
Semua penduduk diberilah surat undangan
Kira penduduk dapat makan dan minuman
Yang enak-enak di dalam pesta selamatan
Namun, ternyata mereka salahlah perkiraan
Pak Bahil Kikir hanyalah sediakan hidangan
Ala kadarnya yang tak tambah selera makan
Para undangan pun
banyak yang tak makan
Oleh karena mereka kehabisanlah hidangan
Semua para warga yang kehabisan makanan
Hanya bisa mengelus dada berkata perlahan:
“Dasar bahil dan kikir, berani sebar undangan
Tapi tak bisa berikan pelayanan memuaskan
Padahal uangnya itu banyaklah berserakan.”
“Ya, buat apa harta duit banyak, keterlaluan?!
“Pasti itu hartanya yang banyak berlimpahan
Semua itu tidak
akan membawa keberkahan.”
Begitulah sumpah serapah dan pergunjingan
Dari warga desa yang masih di situ sebagian.
Di saat pesta selamatan sedang berlangsung,
Datang seorang nenek tua berwajah murung
Dia kelaparan hingga perut nampak busung
Nenek tua tu minta sedekah mohon pitulung
Pada Si Bahil Kikir yang dadanya membusung:
“Beri saya sedekah, ya tuan mohonlah pitulung
Perut saya rasalah lapar nian ngarariung-riung
Meski hanya sesuap nasi tidak akan saya urung
Sebab tak makan sampai
perut saya kembung.”
Pinta nenek pada pak Bahil, berkata sambung
Demi mendengar nenek tua, mintalah sedekah
Si Bahil Kikir menjawab penuh dengan marah :
“Apa, sedekah kau kira masak nasi mudah, hah?
Cepat pergi jangan datang lagi, pergi, pergilah!
Jika tak pergi kubuang kau ke tempat sampah!
Begitulah laku Pak Bahil Kikir kepada nenek tua
Tak mau sedekah malah berserapah menghina
Nenek tua kelaparan, hingga teteskan air mata
Tiadalah bisa dibayangkan, betapalah sakitnya
Hati sang nenek tua dapat hinaan begitu rupa
Diapun langkahkan kaki hendak pergi segera
Tapi dari dalam rumah keluar si Jujur Prakarsa
Anak Pak Bahil yang jujur dan baik prilakunya
Yang seketika itu juga segera papah nenek tua
Ke luarlah halaman rumahnya seraya berkata :
“Nek, maafkanlah segala perlakuan ayah saya,
Dan, nenek tunggulah disini sebentar saja, ya!”
Si Jujur Prakarsa masuklah ke dalam rumahnya
Sebentar ia kembali lagi menemui si nenek tua
Dengan bawa sebungkus nasi berikut lauknya
Nasi itu lalu diberikanlah kepada si nenek tua
yang segera disantapnya karena rasa laparnya:
“Maaf ya nek,
saya harus balik ke kamar saya!”
“Ya nak, terimakasih banyak atas kebaikannya!”
Kata si nenek sambil usap kepala Jujur Prakarsa
Setelah si Jujur Prakarsa kembali ke kamarnya,
Si nenek tua itu pun melanjutkan perjalannya
Setiba di sebuah bukit sisi selatan dekat desa,
Dari atas bukit itu, nampaklah di bawah sana
Rumah si Bahil Kikir paling termegah di desa
Demi melihat rumah itu, ingatkan si nenek tua
Atas perlakuan pak Bahil Kikir terhadap dirinya
Yang amat menyakiti hatinya, maka ia berkata :
“Kau ingat pak Bahil, lakumu pada orang papa
Ketamakanmu, dan kekikiranmu, itu semuanya
Akan tenggelamkan segalanya yang kau miliki
Harta benda, sawah ladangmu, dan kau sendiri
Itu semua karena kau telah bahil dan kikir sekali
Nenek tua itu menancapkan tongkatnya ke bumi
Lalu dicabutnya, maka keluar air tak henti-henti
Air yang terus saja keluar memancar dari lubang
Semakin lama semakin besar membentuk kubang
Jujur anjur warga agar naik ke atas bukit seberang
Karena sebentar lagi akan terjadi banjir bandang
Anjuran si Jujur tak didengar, mereka justru senang
Sementara air mengalir makin deras dan kencang
Di sana Desa Anjuran mulai nampaklah tergenang
Warga Desa Anjuran masihlah bersenang-senang
Merekapun barulah sadar saat lihat air bah datang
Besar bergulung-gulung seramlah bukan kepalang
“Air bah, air bah..., banjir bandang, banjir bandang!”
Teriak warga desa yang melihat ada air bah datang
Anak pak Bahil Kikir anjurkan warga berulang-ulang
Agar tinggalkanlah harta benda karena air bandang
Sudah tiada bisa lagi diatasi dan dirintang-halang :
“Duhai warga desa,
nyawa kalian itu lebih berharga.
Hayo, tinggalkan
segera kalian punya harta benda!
Cari tempat yang aman, larilah ke arah bukit sana !
“Tapi bagaimana dengan ternak kami Jujur Prakasa?
“tak ada waktu berdebat. kalian pilih harta atau jiwa?”
Anak tunggal putera Pak Bahil Kikir Si Jujur Prakarsa
Yang berperangai baik dan bijaksana keras bersuara
Ia Berteriak-teriak memperingatkan para warga desa
Agarlah secepatnya menyelamatkanlah diri segera
Dia bujuk pula ayahnya agar tinggalkan hartanya :
“Ayah, kita harus segera meninggalkan rumah ini,
Selamatkan diri sebab banjir tak bisa ditolerir lagi”
“Pergilah, ayah ambil peti harta dulu di kamar ini!”
Karena tak ada waktu lagi, Jujur Prakasa pun lari
Menyelamatkan diri cari tempat yang lebih tinggi
Sementara Pak Bahil yang sibuk mencari peti harta
Dan ia sibuk mengumpulkan semua harta bendanya
Dia terlambatlah menyelamatkan harta dan jiwanya
Tewas digerus arus air bah bersama harta bendanya
Begitulah ajal dari Pak Bahil Kikir yang tiada duanya
Kononlah cerita, putera pak Bahil Kikir Jujur Prakarsa
Dan, sebagian warga Desa Anjuran selamat jiwanya
Mereka amat berduka karena terkena musibah bala
Desanya tenggelam berubah laksanalah telaga saja
Si Jujur anjurkan desanya kembali dibangun saja
Maka berdasarkan musyawarah mufakat bersama
Mereka angkat Jujur Prakarsa jadilah kepala desa
Selaku Kepala Desa ia mengajak seluruh warga desa
Untuk membangun kembali desanya yang telah sirna
Di sekitar dan di sekeliling telagalah desa itu
lokasinya
Kepala Desa Si Jujur Prakarsa menganjurkan warganya
Untuk kembali mengolah tanah yang telah dibagi rata
Ia ajari juga
cara menanam padi agar enaklah rasanya
Buat irigasi, mengairi sawah agar benar-benar merata
Semua anjuran-anjuran Kepala Desa itu terwujud nyata
Desa Anjuran itu semakin berkembang dan maju pesat
Karena penduduknya bekerjalah jujur penuh semangat
Di bawah pimpinan Kepala Desa yang jujur pekerja giat
Desa Anjuran pun berkembang jadi kota kecil, Cianjur
Yang warganya
rata-rata hidup sejahtera dan makmur
Ci artinya air, Cianjur berarti daerah kandung banyak
air
Anjuran-anjuran pemimpinnya selalu dijadikanlah sentir
Bagai lampu penerang yang cahayanya singkapkan tabir
Juga laksanalah sungai yang airnya terus saja mengalir
Segarkan tumbuhan sejukkan suasana ba’ angin semilir
Anjuran para pemimpin dijadikan pedoman para petani
Dalam mengolah sawah sejak pagi hingga petang hari
Tak pernah kenal lelah meski peluh membasahi ragawi
Terus berkerja giat penuh semangat demi anak dan istri
Maka berasnya dikenal gurih wangi hingga sekarang ini
LITERASI :
Yudhistira, Kumpulan
Cerita Rakyat Nusantara
Penerbit Delima Solo
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar