Selasa, 13 November 2012

CINDUR MATO (Cerita Rakyat Sumatra Barat) Oleh A.A. Navis di ceritakan kembali oleh Sita S.Priyadi


Cerita Rakyat Sumatra Barat: "CINDUR MATO"
 
http://httpsrogol.bligspot.com
RAJA TIANG BUNGKUK
Tiang Bungkuk dengan keris pusaka saktinya "Si Bungkuk"
Tiang Bungkuk dan kerisnya  
Anak-anak sedang asyik membaca buku cerita dongeng
Anak-anak dan buku dongeng
RABU, 14 NOV. 2012 – SITA BLOG:  Adik-adik! Kali ini kakak akan bercerita tentang kisah Cindur Mato yaitu Salah satu cerita rakyat dari Sumatra Barat yang jalan ceritanya patut kita jadikan pelajaran dalam menyikapi hidup di era sekarang ini. Beginilah ceritanya! 

Menurut yang empunya cerita, tersebutlah suatu kerajaan  di Minangkabau yang bernama Pagaruyung.  Tahta kerajaan itu diduduki oleh seorang wanita bergelar Bundo Kandung. Ia mempunyai anak tunggal bernama Dang Tuanku . bundo Kandung juga mempunyai seorang saudara yang menjadi raja muda di ranah Sikalawi. Untuk memelihara hubungan, Dang Tuanku ditunangkan dengan anak Raja Muda yang bernama Puti Bungsu.

Pada suatu hari, istana Pagaruyung menjadi gempar karena berita yang dibawa pedagang keliling. Berita itu berisi bahwa Puti Bungsu akan menikah dengan Imbang Jaya, anak Tiang Bungkuk, raja dari Sungai Ngiang. Di Sikalawi juga tersebar berita bahwa Dang Tuanku menderita penyakit nimbi (penyakit kulit). Penyakit itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya dan tidak dapat dissembuhkan lagi. Itulah sebabnya Raja Muda bersedia menjodohkan Puti Bungsu dengan Imbang Jaya. Lagi pula Imbang Jaya semartabat dengan Dang Tuanku. Mereka sama-sama anak raja. Juga tersebar berita bahwa jalan antara Pagaruyung dan Sikalawi tidak dapat dilalui. Imbang Jaya telah memerintahkan penyamun untuk berjaga-jaga di pesawangan (tempat sepi antara desa-desa), supaya tidak seorang pun dapat lewat.

Bundo Kandung marah mendengar berita itu. Ia segera memerintahkan orang untuk menabuh bedug istana untuk memanggil para pembesar kerajaan. Setelah semua para pembesar kerajaan hadir, Bundo Kandung menceritakan berita itu. Bundo Kandung sangat gusar pada perlakuan adiknya, Raja Muda. Gusar karena memutuskan pertunangan kedua anak mereka tanpa pemberitahuan. Mereka akhirnya sepakat untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi di Sikalawi. Kata mereka,

“Mungkin berita itu hanya fitnah untuk mengadu domba Bundo Kandung dengan Raja Muda. Oleh karena itu, perlu dikirim utusan ke sana.”

“Kita memerlukan utusan khusus. Utusan itu haruslah orang yang pemberani dan cerdik,” usul salah seorang yang hadir.

Akhirnya mereka sepakat memilih Cindur Mato untuk menjadi utusan. Dialah penjaga istana yang paling setia. Cindur Mato adalah anak Lenggo Geni, dayang kesayangan Bundo Kandung. Selain setia, Cindur Mato juga berhati tulus. Ia juga teman seperguruan Dang Tuanku, pendekar yang tidak ada tandingannya. Dengan sedih Bundo Kandung melepas Cindur Mato. Bundo Kandung member berbagai nasehat sebelum Cindur Mato pergi. Pada malam sebelum kepergiannya, Cindur Mato dibisikkan sesuatu oleh Dang Tuanku. Tak seorang pun yang tahu apa yang dibisikkan kepadanya. 

Menurut yang empunya cerita, Cindur Mato pergi dengan membawa Gumarang, kuda sembrani berbulu putih. Kuda itu dapat berlari kencang dan dapat melompat tinggi. Ia juga membawa kerbau bernama Binuang. Jika kerbau itu membunyikan genta yang tergantung dilehernya, bertaburanlah lebah yang bersarang di lehernya. Lebah untuk mementak (menyengat) musuh. Dibawanya juga ayam berbulu putih bernama Kinatan. Ayam sabungan (aduan) yang mengalahkan seluruh lawannya. Ayam yang kokoknya sangat keras.

Setelah lama berjalan, siang dan malam, akhirnya Cindur Mato tiba di pesawangan menjelang Sikalawi. Ketika melewati bukit Tambun Tulang, segerombolan penyamun tiba-tiba menghadang. Perkelahian Cindur Mato melawan para penyamun yang berjumlah banyak berlangsung tidak seimbang. Lambat-laun Cindur Mato terdesak dan kehabisan tenaga. Dengan suara pelan, Cindur Mato berseru,

“Wahai Binuang, goyang-goyangkanlah gentamu.” Bagaikan mengerti, Binuang pun menggoyangkan genta yang tergantung di lehernya. Lalu, berhamburanlah lebah berbisa keluar dari telinganya. Lebah berbisa itu menyengat para penyamun sehingga mereka lari tunggang langgang. Cindur Mato kemudian melanjutkan perjalanan. Menjelang tengah malam dia sudah sampai di Sikalawi. Tidak menunggu pagi, Cindur Mato segera mengendap-endap masuk ke dalam itana. Ia langsung membangunkan Puti Bungsu yang sedang tidur pulaas. Dengan berbisik, Cindur Mato menceritakan maksud kedatangannya. Disampaikannya juga pesan dari Dang Tuanku pada malam sebelum keberangkatannya. Katanya,

“Dang Tuanku berpesan kepadaku supaya Kak Puti kubawa ke Pagaruyung.”

“Baiklah. Kapan kita pergi?” Puti Bungsu bertanya.

“Sebaiknya sekarang juga,” jawab Cindur Mato.

Tanpa berpikir panjang, Puti Bungsu pergi mengikuti Cindur Mato menuju Pagaruyung. Pagi harinya, istana Raja Muda menjadi gempar. Dayang-dayang istana tidak menemukan Puti Bungsu di kamarnya. Telah dicari ke seluruh peloksok istana, tetapi Puti bungsu tidak ditemukan. Berita itu tersebar sampai ke luar istana. Akhirnya, berita itu didengar Imbang Jaya. Dia telah mendapat kabar dari salah seorang penyamun Bukit Tambun Tulang bahwa Cindur Mato tidak mampu mereka hadang. Imbang Jaya menjadi yakin bahwa Puti Bungsu dibawa ke Pagaruyung. Imbang jaya segera melompat ke punggung kudanya. Hulubalangnya (pengawal) mengikuti di belakang. Imbang Jaya bukan putra sembarang raja. Ia putra raja yang kebal dan kejam. Dipacunya kuda agar berlari kencang. Kemudian Imbang Jaya mengejar Cindur Mato. Pertarungan pun berlangsung dengan seru dan seimbang. Namun akhirnya, ketika desta (ikat kepala) Imbang Jaya jatuh ke tanah, kesaktiannya tiba-tiba punah. Cindur Mato segera menusukkan belatinya. Imbang Jaya jatuh ke tanah dan tewas seketika itu juga.  

Setibanya di Pagaruyung, Cindur Mato dimarahi Bundo Kandung karena ia telah melanggar perintah.  Ia kemudian diadili oleh Pembesar Empat Balai. Akan tetapi, pengadilan itu tidak menghasilkan satu keputusan pun. Oleh karena itu, pengadilan keesokan harinya dipimpin langsung oleh Bundo Kandung. Bundo Kandung ingin menyelesaikan secepatnya.  Hal itu untuk menjaga agar jangan sampai peristiwa itu menjadi keributan.

“Persoalan yang terberat bukanlah masalah Cindur Matomenculik Puti Bungsu. Persoalannya adalah Imbang Jaya tewas dibunuh oleh Cindur Mato. Tiang Bungkuk pasti marah besar dan akan membalas.”  Bundo Kandung melanjutkan kata-katanya.

“Tiang Bungku bukan raja yang dapat diajak berunding. Dia akan dating ke sini untuk menuntut balas atas kematian anaknya. Itu yang pertama.  Kedua, dia merasa terhina karena tunangan anaknya diculik.  Apa pembelaan kita?”

Kemudian Badaro dari Sungai Tarab, anggota Empat Balai yang tertua, mengusulkan Cindur Mato diperintahkan meninggalkan Pagaruyung.  Meninggalkan Pagaruyung dan pergi ke Indra Pura.

“Jika Tiang Bungkuk datang, kita katakana bahwa Cindur Mato telah dibuang menurut hokum adatkita. Mengenai tewasnya Imbang Jaya, Tiang Bungkuk tidak dapat menuntut kita. Imbang Jaya tewas karena berkelahi.”  Demikian keputusan pertemuan itu.

Mendengar anaknya tewas dibunuh Cindur Mato di Bukit Tambun Tulang, Tiang Bungkuk marah bukan kepalang.  Dikerahkannya pasukan ke Pagaruyung untuk membalas dendam atas kematian anaknya.  Akan tetapi, Pagaruyung adalah kerajaan yang tidak mempunyai tentara.  Jika melawan, mereka akanmati.  Oleh karena itu, mereka kemudian lari menyelamatkan diri ke Lunang.

Pagaruyung telah menjadi kosong dan sunyi ketika Tiang Bungkuk sampai.  Orang yang ditugaskan  menanti kedatangan Tiang Bungkuk ialah Raja Dua Sila, yaitu Raja Adat dan Raja Ibadat.  Mereka bertugas untuk membujuk Tiang Bungkuk agar bersedia berdamai.  Akan tetapi, Tiang Bungkuk  belum  juga puas.  Dendam kesumat atas kematian Imbang Jaya tak juga hilang.  Pagaruyung dibakarnya habis menjadi debu.Ketika Tiang Bungkuk kembali ke Sungai Ngiang, dia membawa serta seorang anak muda yang bertingkah laku  seperti orang gila. Akan tetapi, pemuda itu memiliki banyak ilmu. Anak muda itu bukan lain adalah Cindur Mato yang sedang menyamar.  Jika ada orang yang patah tulang atau terkilir,  ia mampu menyembuhkannya dengan cepat dengan mengurutnya pada bagian yang terkilir.  Cindur Mato  mengurutnya sambil bernyanyi dengan suaranya yang merdu.  Tiang Bungkuk sangat menyukainya.  Jika Tiang Bungkuk sakit, Cindur Mato yang memijatnya.   Ia memijat sambil bernyanyi hingga Tiang  Bungkuk tertidur pulas.  Karena hubungannya dengan Tiang Bungkuk sudah dekat, akhirnya Cindur Mato mengetahui letak kesaktian Tiang Bungkuk yang terletak pada kerisnya yang bernama Si Bungkuk.  Keris sakti itulah yang menyebabkannya selalu menang dalam perang.  Satu-satunya senjata yang dapat membunuh Tiang Bungkuk ialah keris bungkuk miliknya sendiri.  Akhirnya Cindur Mato dalam satu kesempatan dapat menikam Tiang Bungkuk hingga tewas.

Menurut yang empunya cerita, Pagaruyung dibangun kembali oleh Cindur Mato.  Dia kemudian diangkat menjadi raja.  Bundo Kandung dan Dang Tuanku serta Pti Bungsu tidak pernah kembali dari Lunang.  Mereka meninggal dan dikuburkan di sana.  Sampai sekarang oleh masyarakat setempat, makamnya dianggap keramat. [Sita S.Priyadi]
 
Referensi:  A.A. Navis, “Cerita Rakyat dari Sumatra Barat”. Penerbit Grasindo. Jakarta: 1994.  

2 komentar:

  1. Cindur Mato mengetahui letak kesaktian Tiang Bungkuk yang terletak pada kerisnya yang bernama Si Bungkuk. Keris sakti itulah yang menyebabkannya selalu menang dalam perang. Satu-satunya senjata yang dapat membunuh Tiang Bungkuk ialah keris bungkuk miliknya sendiri. Akhirnya Cindur Mato dalam satu kesempatan dapat menikam Tiang Bungkuk hingga tewas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. onde mande,iko carito nan manyadiah kan..kehariba,an uni si Ita Rosita,boliah saya batanyo, dima kini tampiak nyo kariah si Bungkuk?.wslm

      Hapus