Pak Pogo dan ular sawah penunggu hutan bambu |
Sita Blog: Nina Bobo - Selasa, 4 Febuari 2014 - 20:39 WIB - Setelah berkata
kepada istrinya, pagi-pagi benar, saat sang surya pagi mulai terbit, pak Pogo
berangkat menuju hutan bambu yang berada tak begitu jauh dari tempat
tinggalnya, di ujung tepian sungai Pogowonto. Setiba di sana ia langsung menuju
ke hutan, berjalan di jalan setapak di tengah pematang sawah yang saat itu
padinya mulai menguning. Di hutan itu, ia tengok kiri-kanan, matanya nanar
tajam mencari rebung bambu yang ditunggui oleh ular sawah sebagai mana pesan
yang disampaikan pak tua dalam mimpinya kemarin malam. Ketika matanya menatap
ke sebelah kanan, ia melihat ular sawah yang besar tubuhnya tidak seperti
biasanya. Ular sawah itu besarnya tiga kali lipat dari ular sawah yang biasa
dilihatnya. Dengan suara mendesis ular itu bicara kepada pak Pogo:
“Wahai manusia, aku
adalah penunggu hutan bambu ini, apa yang kau cari di sini?”
“Ya, ular sawah
penunggu hutan bambu, aku minta maaf sebelumnya karena telah mengusik
keberadaanmu. Aku sudah lama tak mempunyai keturunan, dan aku dan istriku sangat
mendambakan seorang anak. Semalam, aku mendapat pesan dari pak tua penguasa
sungai Pogowonto lewat mimpiku, jika ingin memiliki anak harus makan rebung
bambu yang ada di hutan ini dengan memintanya secara baik-baik dari ular sawah
yang melilitnya”. Demikian penjelasan dari Pak Pogo kepada ular sawah penunggu
hutan bambu.
“Oh, begitukah?”
jawab ular sawah pendek sambil menjulur-julurkan lidahnya yang bercabang, lalu
melanjutkan kata-katanya lagi, “Akan tetapi perlu kau ketahui manusia, itu
tidak semudah yang engkau pikirkan, karena ada syarat berupa janji yang harus
kau penuhi nanti setelah berhasil memiliki anak, apakah kau mau melakukannya?”
demikian kata ular sawah kepada pak Pogo.
Pak Pogo terdiam
sejenak mendengar persyaratan janji yang harus ditepati setelah berhasil
memiliki seorang anak. Ia jadi ingat istrinya yang selalu menyuruhnya agar
berupaya keras mencari bagaimana caranya mendapatkan seorang anak. Akhirnya dengan tak berpikir panjang lagi, ia
pun menyetujui syarat yang diberikan oleh ular sawah itu dengan berkata:
“Baiklah ular sawah,
aku setuju dengan syarat yang kau berikan. Akan tetapi janji apakah yang harus
aku penuhi setelah mempunyai anak nanti?”
“Mudah saja manusia,
sekarang akan aku katakan syaratnya, dan dengarkanlah baik-baik! Yang pertama,
jika anakmu laki-laki maka kau beruntung, aku tidak akan menuntut apa-apa
darimu. Yang kedua, jika anakmu lahir perempuan, maka kau harus menyerahkannya
kepadaku setelah berusia sembilan tahun. Apakah kau setuju? Pikirkanlah
baik-baik, agar tak ada penyesalan nanti!” demikianlah syarat yang diutarakan
ular sawah kepada pak Pogo dengan jelas dan tegas.
Mendengar persyaratan
itu Pak Pogo sedikit terkesima, terutama dengan persyaratan yang kedua. Dalam
hatinya ia berkata, “apakah istriku akan menyetujui dengan syarat yang kedua
ini?” Akan tetapi demi hasratnya yang begitu besar untuk memiliki seorang anak,
maka ia pun menyetujui kedua syarat yang diberikan oleh ular sawah penunggu
hutan bambu itu, “ya mudah-mudahan saja anak yang lahir nanti laki-laki,
sehingga tak ada masalah di kemudian hari.” Demikian pikir pak Pogo dalam hati.
“Baik ular sawah,
aku setuju dengan kedua syarat itu. Dan, aku janji jika anak yang lahir dari
istriku nanti adalah perempuan aku akan menyerahkannya kepadamu.” Jawab pak
Pogo kepada ular sawah.
“Sekarang, kau ambil
saja rebung bambu ini! Oya tunggu sebentar, aku akan memantrai terlebih dahulu
rebung ini agar kelak setelah kau makan bersama-sama istrimu tak lama kemudian
istrimu akan hamil.” Setelah memantrai rebung bambu itu dengan desisnya yang
cukup panjang, ular sawah penunggu hutan bambu itu lenyap tanpa bekas. Sejenak
kemudian, pak Pogo pun memangkas rebung bambu yang telah dimantrai oleh ular
sawah itu dengan golok panjang yang dibawanya dari rumah tadi. Ia juga memotong
pelepah daun pisang yang berada di sekitar situ untuk membukus rebung bambu
yang telah dipangkasnya tadi. Setelah memasukkan kembali golok kesarungnya,
lalu rebung bambu dibungkus dengan daun pisang, dan ia pun segera kembali
pulang menemui istrinya di rumah.(SP091257)
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar