Jumat, 07 Februari 2014

Dongeng Sri Pogowanti dan Ular Sawah Bag.3 Diceritakan Oleh Kak Sita Rose


Janji pak Pogo dengan siluman ular
Sita Blog: Nina Bobo - Sabtu, 08 Febuari 2013 - 13:26 - Menjelang sore, sampailah pak Pogo di pondoknya. Ia langsung meletakkan rebung bambu  di bawah pintu masuk rumahnya, kemudian menuju bilik kamarnya, mengetuk pintu lalu membuka pintu kamar dan menemui istrinya yang memang sedang menantikan dirinya sambil tidur-tiduran.  Melihat suaminya telah kembali, Nyi Suwanti langsung menanyakan suaminya:

“Pak, aku gembira sekali kau telah kembali! Bagaimana pak? Apakah kau berhasil menemui ular sawah penunggu hutan bambu itu, dan bagaimana dengan rebung bambunya, pak? Tanya Nyi Suwanti sambil bangun dari tempat tidur dan menggamit tangan suaminya. Pak Pogo membalas gamitan tangan istrinya dengan memeluk tubuh istrinya lalu duduk di pinggir tempat tidur seraya menjawab pertanyaan istrinya:

“Istriku, rupanya segala sesuatunya berjalan lancar sebagaimana yang kita inginkan, dan rebung bambu itu aku letakkan di bawah pintu depan sebelum aku masuk tadi”.
“Oya, begitukah? Jika demikian langsung kita siangi saja rebung itu, dan kita masak sore ini juga, bagaimana, pak?”

“Aku setuju, bu. Sebaiknya memang begitu, lebih cepat lebih baik sebab aku sudah tak sabar ingin memiliki seorang anak darimu, bu!” demikian kata-kata penuh cumbuan yang diucapkan pak Pogo sambil mencubit dagu istrinya yang teramat dicintainya itu. Nyi Suwanti pun menjawabnya pula dengan penuh mesra:

“Hi, hi, hi,... bapak ini bisa saja, gombal, akh! Lebih baik sekarang aku memasak rebung bambu itu saja.” demikian kata-kata Nyi Suwanti dengan penuh sikap kemanjaan kepada suaminya, Pak Pogo.

Singkat cerita, mereka berdua pun asyik menikmati rebung bambu yang sudah dimasaknya itu dengan sepiring nasi putih yang di makan bersama-sama. Sepiring berdua, seperti judul lagunya Hamdan ATT, penyanyi dangdut yang terkenal itu. Sebulan kemudian mulai nampak ada perubahan pada diri Nyi Suwanti. Ia sering muntah-muntah dan perutnya pun mulai sedikit membesar. Melihat perubahan ini pak Pogo sangat gembira karena ia tahu istrinya mengidam dan sedang hamil mengandung janin bayi yang sangat diidam-idamkannya selama ini.

Tepat pada bulan kesembilan lewat sembilan hari, Nyi Suwanti, istri pak Pogo melahirkan seorang bayi perempuan mungil, beranbut hitam pekat, sedikit keriting dengan mata tajam yang menandakan bahwa bayi itu kelak akan menjadi wanita yang cerdas. Pak Pogo sangat bahagia sekali melihat istrinya melahirkan bayinya dengan lancar, sehat dan tidak mendapat halangan satu apapun. Ia memberi nama bayinya itu, Sri Pogowanti. Kata “Sri” diambil dari nama seorang Dewi Pelindung yang turun ke dunia menjelama jadi ular sawah untuk melindungi bumi persawahan padi penduduk dari hama tikus yang suka merusak dan memakan tanaman padi yang siap akan dipanen. Sedangkan “pogowanti” adalah gabungan nama dirinya sendiri, Pogo dan nama istrinya Suwanti. Akan tetapi ada yang masih menganjal dalam pikirannya, karena bayi yang dilahirkan istrinya  berjenis kelamin perempuan. Ia jadi ingat akan janjinya kepada ular sawah penunggu hutan saat bertemu di hutan bambu dahulu, yang akan bersedia menyerahkan anaknya kepada ular sawah setelah berusia sembilan tahun jika anak yang dilahirkan berkelamin perempuan. Tetapi janji yang harus dipenuhinya itu belum pernah dikatakan dan diberikatahukan kepada istrinya, Nyi Suwanti. “Akh, biarkanlah yang terjadi maka terjadilah, aku tetap tak akan membuka rahasia ini kepada istriku. Aku tak mau membuat istriku jadi susah karena memikirkan hal ini”. Demikian pikir pak Pogo dalam hati.

Hari-hari berjalan terus, dari hari ke hari, dari minggu ke Minggu, bulan ke bulan, dan dari tahun berganti tahun, maka tak terasa Sri Pogowanti yang dulu kecil bayi mungil kini sudah berusia sembilan tahun. Kemungilan dan kecantikannya semakin bertambah. Rambutnya bagaikan mayang terurai, panjang hingga sebahu, kulitnya kuning langsat, suaranya lembut bagaikan buluh perindu. Meski usianya masih sembilan tahun akan tetetapi bentuk tubuhnya seperti orang dewasa, sehingga membuat terpesona bagi siapa saja yang melihatnya.

Pada suatu malam saat pak Pogo dan istrinya tertidur lelap, mereka berdua serentak terjaga. Mereka mendengar suara desis panjang dengan kata-kata yang cukup membuat berdiri bulu roma. Ya, itu adalah suara desis ular sawah penunggu hutan bambu yang datang menagih janji kepada pak Pogo, karena pak Pogo ternyata melupakan janjinya untuk menyerahkan anak perempuannya, Sri Pogowanti:

“Pogo, kau lupa akan janjimu sendiri bahwa akan menyerahkan anakmu kepadaku jika terlahir perempuan. Ini sudah sembilan tahun berlalu, aku menagih janji akan mengambil anakmu untuk kujadikan tumbal makananku.”

“oya, ya, ya, ya,... ular sawah, tentu aku tidak lupa, maafkanlah aku! Ular sawah, aku mohon sekali ini saja, maafkanlah kami! Beri kami waktu barang sepekan untuk merundingkan masalah ini kepada istri dan anak kami, Nyi Suwanti dan Sri Pogowanti.”

Baik, Pogo! Aku masih memberimu kesempatan. Akan tetapi jika sepekan ini kau tak datang ke hutanku, aku akan datang kembali ke sini untuk merampas anakmu yang cantik itu.” Demikian ancaman ular sawah kepada pak Pogo. Nyi Suwanti yang sama sekali tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, menjadi terheran-heran, terkesemima melihat ular sawah yang cukup besar melebihi bentuk ular sawah sesungguhnya.(SP091257)

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar